get app
inews
Aa Read Next : Napi Permisan Kabur Berhasil Ditangkap di Hutan Bakau Nusakambangan

Memanen Cahaya, Petani Cilacap Serahkan Tugas pada Matahari Untuk Mengairi Sawah Tadah Hujan

Selasa, 01 November 2022 | 18:04 WIB
header img
Petani di Cilacap bertani dengan bantuan pembangkit listrik tenaga surya. Foto Arbi Anugrah/ iNewsPurwokerto.id

"Kalau secara ekonomi saya hemat rupiah dan bisa dialokasikan ke yang lain. Lalu dengan adanya PLTS saya tidak kehilangan waktu. Dalam satu jam itu bisa digunakan untuk aktivitas yang lain, seperti tadi saya butuh air, begitu ada air saya tinggal membalikkan tanah ini untuk tanaman sayur saya," kata Priyatno saat berbincang dengan INewsPurwokerto.id beberapa waktu lalu.

Selama ini, bapak satu anak ini memang menggantungkan hidupnya dari air hujan. Ketika musim kemarau tiba, ia pun berkiblat pada air sungai yang sewaktu-waktu debitnya akan habis atau berubah menjadi asin.

"Kalau musim kemarau, air di sungai juga sudah tidak ada, kalau pun ada asin, sehingga tidak bisa digunakan," jelas Prayitno yang merupakan Ketua Gapoktan Margo sugih Maos.


Petani di Cilacap mencangkul sawah dengan pengairan yang dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga surya. Foto: Arbi Anugrah/ iNewsPurwokerto.id

 

Lahan persawahan seluas 2.000 meter persegi milik Prayitno ini terpilih oleh Pertamina dalam program Pertamina Foundation untuk memanfaatkan Solar Home System rancangan Tim Politeknik Negeri Cilacap (PNC). Dari hasil rancangan itu, minimal butuh waktu untuk dapat menggerakkan pompa air tanah selama 5 jam, untuk luasan 2.000 meter persegi.

"Taruhlah sekarang (BBM) Rp14 ribu kali 5 sudah Rp70 ribu, itu hanya untuk satu kali pengairan, dan itu hanya untuk membalik tanah dengan di bajak. Sedangkan sampai panen, petani biasa menggunakan hingga 8 kali pengairan," ucapnya.

Dia berhitung, untuk lahan padi yang menggunakan pompa listrik bertenaga surya ini sekitar 2.000 meter persegi. Jika panen, dirinya bisa mendapatkan sekitar 12 kwintal padi kering giling. Dengan menggunakan bensin, dirinya akan kehilangan sekitar 1 kwintal padi, yang digunakan untuk operasional.

"Taruh saja kita 1 ton sudah bersih dengan biaya pupuk, bajak. 1 ton padi itu kering panen dan kalau kering giling sekitar 8 kwintal. Kalau dijual harganya sekitar Rp4,4 juta, itu dulu kecil banget setelah dipotong bensin dan lain-lain. Sekarang full (tidak ada potongan beli bensin), apalagi saya sekarang tidak jual padi, tapi jual beras, jadi lebih untung," ujarnya.

Editor : Alfiatin

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut