Dalam hal ini dia menilai masih kurangnya literasi media dan literasi sosial media, terutama dalam konteks pornografi dan pornoaksi serta seksualitas yang sifatnya cyber bullying. Sehingga pencegahan lebih penting daripada membahas kasus yang sudah terjadi.
"Yang pertama adalah adanya kesadaran dari semua pihak, kalau itu dalam konteks anak anak seperti di kasus pencabulan Cilacap harusnya parenting. Bagaimana kedekatan orang tua dengan anak, komunikasi orang tuanya dengan anak. Lalu adanya formal legal aturan yang jelas terkait dengan hukum yang mengatur ataupun memberi sanksi terhadap perilaku ataupun seksualitas seperti itu, baik pelecehan maupun pencabulan," jelasnya.
Kemudian perlu adanya informal kultural, dalam arti budaya yang ada di masyarakat ketimuran maupun terkait dengan keagamaan.
"Konkritnya harus ada tim mitigasi kerawanan kejahatan seksual, dimana mereka sejak jauh hari sudah membuat aturan aturan yang jelas, yang boleh dan tidak boleh, sehingga saat terjadi kasus tahu apa yang harus dilakukan," ucapnya.
Lalu Ugung juga menjelaskan pentingnya pendidikan seksual pada anak anak sejak kecil, termasuk pendidikan kesehatan reproduksi. Sehingga mereka tahu, boleh berbuat apa terhadap orang orang disekitarnya, lalu mana yang masih beleh ditolerir dan mana yang harus ditolak.
"Kalau terjadi hal yang menimbulkan ketidaknyamanan sampai kebatas pelecehan, anak juga harus tahu lapor kepada siapa dan tidak perlu ada ketakutan, terutama ketika diancam oleh pelaku," ungkapnya.
Berbeda dengan kasus pelecehan seksual yang dialami mahasiswi Unsoed Purwokerto, secara hukum, kasus mahasiswi dilecehkan sudah memiliki kekuatan hukum. Dimana terdapat juga Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
"Perilaku pelecehan seksual entah itu dilakukan mahasiswa atau bukan mahasiswa, tapi yang jelas pada orang-orang dewasa atau yang sudah memiliki kekuatan hukum terutama diatas 18 tahun. Pastinya pasalnya akan berbeda dengan yang dikenakan pada anak dibawah umur," jelasnya.
"Hukum kita sudah tersedia untuk orang orang yang sudah memiliki kekuatan hukum, termasuk juga pencabulan untuk anak dibawah umur. Yang penting adalah undang undang yang terkait dengan itu diturunkan juga ke peraturan kemahasiswaan ataupun peraturan tata krama berkehidupan di perguruan tinggi," tuturnya.
Editor : Arbi Anugrah