“Dengan melihat ambengan segede gini, tingginya saja hampir dua meter setengah, apa ya masih pantas kita disebut sebagai kabupaten termiskin. Saya kira tidak lah! Tinggal diberikan pemahaman, seperti tadi saya nanya ke warga tadi pagi masak apa? Ada yang bilang kikil, daging, dan macam-macam,”katanya.
Ambeng-ambeng berjajar rapi saat tradisi ambengan. (Foto: Istimewa)
Bupati mengajak warga untuk bersikap jujur ketika ditanya oleh petugas survei dari pemerintah terkait kondisi perekonomiannya. "Jangan bilang setiap hari makannya sama tempe, padahal di rumah juga ternak ayam, ada ikan, kambing, sapi dll. Ya ini memang perlu ada pemahaman,”katanya.
Narkun (50) warga setempat mengatakan kalau diurinya ikut membuat ambengan. Berbeda dengan lain, dia setiap tahun khusus selalu membuat ambengan jumbo dengan nilai Rp4 juta hingga Rp6 juta rupiah. Ambengan raksasa itu ia berikan khusus untuk Kiai atau ulama yang diundang saat kegiatan.
“Jika saya buat selalu yang besar, paling besar khusus untuk Pak Kyai. Setiap tahun sudah rutin, kalau yang untuk Pak Kyai dari saya," ujar Narkun yang juga menjadi pengusaha klontong sukses di Jakarta.
Selain buat yang jumbo, Narkun juga membuat ambengan ukuran kecil untuk masyarakat sebanyak delapan kranjang. Semua ia niatkan untuk sodaqoh. Tidak mengharap timbal balik. "Saya niatkan sodaqoh, bukan bandulan. Kalau bandulan kan gantian, tahun depan saya yang dapat, tapi ini shadaqoh,”paparnya.
Tradisi ambengan bagi masyarakat Desa Wadasmalang merupakan salah satu perhelatan tradisi terakbar di desa setempat.
Editor : EldeJoyosemito