Upaya dan itikad baik DRM melalui korespondensi dan pertemuan dengan Tiktok-Bytendance tersebut, kata Nixon tidak menghasilkan penyelesaian atau kesepakatan.
"Hasil dari korespondensi melalui email maupun pertemuan dengan TikTok dan ByteDance tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi," tutur Nixon.
"Sehingga DRM melalui kuasa hukum membuat surat peringatan kepada ByteDance untuk segera menghentikan pelanggaran dan membayar ganti kerugian, namun para tergugat tetap tidak menunjukkan itikad baik," imbuhnya.
Sidang gugatan terhadap TikTok dan ByteDance sendiri telah digelar di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sejak sidang pertama dilaksanakan pada 22 April 2021, sampai sidang keempat tanggal 12 Oktober 2021, para tergugat tidak hadir di persidangan. Sementara pihak DRM bersama kuasa hukum, selalu hadir.
Kemudian pada sidang kelima pada 19 Oktober 2021, dengan agenda persidangan pembuktian oleh penggugat. DRM bersama kuasa hukum hadir di persidangan dengan dan sudah siap dengan barang bukti yang sudah lengkap untuk diperlihatkan kepada majelis hakim.
Lalu, kata Nixon, terdapat orang yang mengaku sebagai pihak di meja para tergugat datang pada persidangan. Terdapat dua orang yang mengaku sebagai kuasa dari para tergugat, namun saat akan dilakukan pemeriksaan tidak dapat melengkapi, membuktikan legal standing yang diminta oleh majelis hakim.
"Kedua orang tersebut tidak dapat membuktikan bahwa kehadirannya sebagai penerima kuasa, sebab nama kedua orang tersebut tidak tercantum dalam surat kuasa dari principal," tutur Nixon.
Majelis hakim, kata dia kemudian menunda persidangan untuk memberi kesempatan kepada orang yang mengaku sebagai pihak tergugat di persidangan selanjutnya yang dilaksanakan pada 9 November 2021.
"Dan mengubah agenda persidangan dari yaitu yang seharusnya pembuktian oleh penggugat, tetapi dan dikembalikan ke legal standing dan jawaban kuasa hukum DRM mengajukan keberatan kepada majelis hakim dan menolak kehadiran dua orang yang mengaku sebagai penerima kuasa substitusi para tergugat. Namun majelis hakim menolak keberatan kuasa hukum DRM dan mengizinkan kedua orang yang mengaku sebagai penerima kuasa substitusi para tergugat untuk mengikuti persidangan dan memerintahkan kepada kedua orang tersebut untuk menghadirkan penerima kuasa asli pada sidang berikutnyaoleh pihak tergugat," jelas Nixon.
Majelis hakim, kata dia selanjutnya mengubah agenda persidangan dari yang sesuai jadwal yaitu pembuktian oleh penggugat dan dikembalikan ke legal standing dan jawaban.
"Terhadap peristiwa tersebut di atas, kuasa hukum DRM telah menyampaikan surat kepada Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia, perihal perbuatan majelis hakim yang mengizinkan kuasa substitusi para tergugat pada tanggal 26 Oktober 2021," jelas Nixon.
Kemudian, kata dia sidang keenam dilaksanakan tanggal 9 November 2021 dengan agenda persidangan legal standing dan jawaban dari tergugat. DRM Bersama kuasa hukum hadir di persidangan, sedangkan orang yang mengaku sebagai pihak tergugat masih belum melengkapi tetap tidak dapat membuktikan legal standing yang sebelumnya diminta oleh majelis hakim pada sidang kelima, sebagaimana yang diminta oleh majelis hakim.
Sedangkan orang yang duduk di bangku tergugat, bukan orang yang namanya tercantum dalam surat kuasa dari pemberi kuasa TikTok Pte., Ltd (Tergugat I) dan ByteDance Inc. (Tergugat II). Kuasa hukum DRM pun menyatakan merasa keberatan dan karena para tergugat tidak menghadirkan penerima kuasa asli.
Kuasa hukum DRM juga meminta agar majelis hakim mengembalikan agenda persidangan menjadi pembuktian oleh penggugat dikarenakan telah membawa alat bukti lengkap, hal ini dikarenakan penggugat telah menyiapkan barang bukti untuk persidangan. Majelis hakim menolak keberatan kuasa hukum DRM dan orang yang mengaku sebagai tetap mengizinkan orang yang namanya tidak tercantum dalam surat kuasa dari pemberi kuasa TikTok Pte., Ltd (Tergugat I) dan ByteDance Inc. (Tergugat II) pihak tergugat untuk tetap mengikuti persidangan.
Kuasa hukum DRM pun meminta majelis hakim untuk menunda persidangan sampai mendapatkan surat jawaban dari Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia. Majelis hakim lalu memutuskan menunda persidangan sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta