PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Hibnu Nugroho menilai gugatan yang dilakukan advokat Yasin Djamaludin ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mendasar dan bermuatan politis. Gugatan terkait kewenangan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menyelidiki dan menyidik kasus korupsi dihapus, dianggap oleh Prof Hibnu merupakan bentuk perlawanan koruptor.
"Saya melihatnya gugatan ini (bentuk) perlawanan koruptor. Karena kejahatan-kejahatan yang besar seperti tambang, nikel, Jiwasraya, Asabri itu semua ditangani Kejaksaan. Sehingga kalau kita lihat ada muatan politis untuk melemahkan kejaksaan," kata Prof Hibnu saat dihubungi wartawan, Rabu (10/5/2023) petang.
Prof Hibnu melihat, jika gugatan-gugatan tentang kewenangan penyidikan itu sudah berkali-kali dilakukan oleh kelompok masyarakat kepada MK. Namun semuanya dimentahkan.
Berkaitan dengan sistem peradilan di Indonesia, Prof Hibnu, mengatakan jika Indonesia menganut asas pemisahan, antara penyidik dan penuntut umum. Tapi dalam kontek tindak pidana khusus seperti korupsi, maka dalam penanganannya akan dilakukan berbeda.
"Kalau tindak pidana umum oke, kewenangan penyidik ada polisi, kewenangan penuntut umum ada jaksa. Tapi dalam hal tindak pidana khusus, khususnya korupsi, kewenangan itu harus ditimpangi," jelasnya.
Sedangkan dalam penanganan kasus korupsi harus berfikir tepat. Mulai dari jaksa sebagai penyidik ataupun penuntut umum harus berkoordinasi didalamnya sebagai implementasi agar tepat.
Sebab jika dipisahkan jaksa sebagai penyidik dan penuntut, maka kembali ke zaman dahulu yang tidak memiliki nilai kewenangan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi yang saat ini sudah luar biasa.
Editor : Arbi Anugrah