“Metode pengolahannya menggunakan miselium fungi atau jamur mikroskopik Aspergillus sp. strain unggul yg ditemukannya dan sudah mendapatkan paten sangat efektif untuk mendegradasi semua jenis limbah batik baik indigosol, naftol, procion,”jelasnya.
Doktor yang konsisten meneliti jamur sejak S1 hingga S3 ini menjelaskan harus dibuat terpusat, karena mempertimbangkan biaya pengolahan limbah ini tidak terlalu membebani harga pokok produksi para perajin.
“Faktor harga sangat sensitif, maka jangan sampai peningkatan biaya pengolahan limbah akhirnya menurunkan daya saing produk kerajinan batik di Sokaraja,”tegasnya.
Dia merekomendasikan pengolahan limbah dengan metode biologikal karena biaya relatif lebih murah, dan mudah. “Metode ini sudah tidak menyisakan limbah baru. Semua limbah diurai atau dalam tanda kutip termakan oleh jamur sebagai nutriennya, tanpa menyisakan residu seperti metode-metode lain,”katanya.
Ratna mengungkap fakta bahwa para perajin menginginkan pengolahan limbah sangat instan. “Mereka ingin pengolahan limbah itu secepat mereka menuangkan air. Metode Biologikal ini membutuhkan waktu 12 jam dan atau lebih sempurna jika dilakukan 24 jam. Dengan alat IPAL hasil inovasinya menggunakan fungi unggul dengan kemasan dilengkapi IoT dapat mengukur parameter lingkungan secara otomatisasi,”paparnya.
Berdasarkan kondisi dan tantangan di lapangan Ratna merekomendasikan kepada pemerintah untuk membangun sentra pengolahan limbah yang terpusat dalam skala besar.
“Jelas ini membutuhkan campur tangan pemerintah untuk mendanai Pembangunan fasilitas pengolahan limbah industri batik. Bantuan pemerintah untuk mendorong penjualan hasil kerajinan batik sudah tepat. Tetapi bantuan untuk membiayai pengolahan limbah juga harus dipikirkan,”tegasnya.
Editor : EldeJoyosemito