Sejak Modi mengkonsolidasikan kekuasaan dengan pemilihannya kembali pada tahun 2014, Muslim di India-yang merupakan sekitar 14 persen dari populasi, telah menghadapi peningkatan kekerasan, diskriminasi dan penganiayaan pemerintah.
Serangan dari nasionalis Hindu berkisar dari perusakan properti dan gangguan layanan keagamaan hingga massa yang mematikan. Orang-orang yang memiliki hubungan dengan Partai Bharatiya Janata (BJP), partai berkuasa pimpinan Modi, hadir di kedua konferensi tersebut.
Acara Delhi diselenggarakan 19 Desember oleh Hindu Yuva Vahini, sebuah kelompok pemuda sayap kanan yang didirikan oleh Yogi Adityanath, seorang anggota BJP dan sekutu dekat Modi yang merupakan menteri utama negara bagian Uttar Pradesh. Di Haridwar, hadirin termasuk Ashwini Upadhyay, mantan juru bicara BJP Delhi dan anggota partai saat ini.
Dalam video yang dibagikan di Twitter, Upadhyay mengatakan dia berada di acara tersebut selama setengah jam pada hari terakhir dan berbicara selama 10 menit. Adityanath tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. “Fakta bahwa perdana menteri belum berbicara menentangnya, itu adalah bentuk penolakan, bentuk izin untuk melanjutkan jenis ekstremisme agama ini,” kata Gregory H. Stanton, presiden Genocide Watch, sebuah organisasi nirlaba berbasis di Amerika Serikat (AS) seperti dikutip dari NBC News, Kamis (20/1/2022).
Pemimpin BJP Shant Prakash Jatav mengatakan kepada NBC News bahwa partai akan memastikan rasa hormat terhadap orang-orang dari semua agama. “Jika dan ketika seseorang berbicara menentang suatu agama, maka ada hukum dan ketertiban yang tepat untuk menentangnya, dan tindakan hukum akan diambil,” katanya.
Rakendra Singh, seorang petugas polisi di Haridwar, mengatakan pada 6 Januari bahwa dua orang yang berbicara pada acara tersebut di sana, Annapurna Maa dan Jitendra Narayan Singh Tyagi, telah dipanggil untuk memberikan pernyataan atas kecurigaan memprovokasi kerusuhan. Maa dan Tyagi, seorang pemeluk agama Hindu baru-baru ini yang sebelumnya dikenal sebagai Wasim Rizvi, tidak menanggapi permintaan komentar.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta