Oleh : Yusriyyah Adibah, Dr. Eka Titi Andaryani, S.Pd., M.Pd.
APAKAH tiktok aman untuk anak? Pertanyaan itu menjadi kekhawatiran orang tua di era digital. TikTok saat ini adalah situs media sosial terpanas. Dilansir dari Backlinko, 27 Maret 2023 TikTok mengumpulkan lebih dari 3 miliar unduhan dan menembus sepertiga dari semua pengguna media sosial dalam waktu kurang dari empat tahun. Facebook dan Instagram bahkan membutuhkan waktu hampir satu dekade untuk mendapatkan basis pengguna sebesar itu.
Namun, apa pun platform media sosial yang digunakan anak, bahkan jika itu adalah versi terbatas yang konon dapat dipercaya yang ditujukan untuk anak-anak, seperti YouTube Kids mereka kemungkinan akan menemukan potensi masalah keamanan.
Saat ini, orang-orang streaming lagu setelah melihat cuplikan atau video dance di TikTok. Ini adalah era baru di mana pengguna mendengarkan lagu, tergantung pada seberapa "viral" atau "trendi" lagu itu. Ini memungkinkan pengguna untuk menemukan artis dan musik yang belum pernah mereka dengar. Semakin baik videonya, semakin banyak orang akan mendengarkan lagu tertentu yang pada akhirnya meningkatkan kecepatan streaming di platform lain. Lagu-lagu yang viral di TikTok, sering mencapai tangga lagu Billboard 100 dan Spotify 50.
Dilansir dari Musically, 31 Maret 2022, UK communications regulator Ofcom telah menerbitkan laporan terbaru 'Children and Parents: Media Use and Attitudes' yang mengeksplorasi kebiasaan anak usia 3-17 tahun. Data tentang penggunaan YouTube dan TikTok oleh anak-anak, 89% anak-anak menggunakan YouTube, sementara 50% menggunakan TikTok. Ofcom juga memecah data TikTok dimana digunakan oleh 74% anak berusia 16-17 tahun, 51% anak usia 8-11 tahun, dan 16% dari anak usia 3-4 tahun.
Aplikasi TikTok sendiri dibuat untuk umum sehingga dalam hal musik pasti semua jenis dapat terpublikasi. Musik memang bagus untuk tumbuh kembang anak, akan tetapi persebaran semua jenis musik, berbagai bahasa, dan visual konten TikTok banyak yang bukan diperuntukkan untuk anak. Orang tua sudah seharusnya membatasi pemakaian gadget pada buah hatinya. Sangat perlu pengawasan dari orang tua mengenai aktifitas anak di media sosial.
Sebenarnya, ada musik yang bisa menjadi solusi agar menghindarkan perasaan cemas orang tua mengenai perkembangan anak yang terkontaminasi oleh banyak jenis musik di media sosial. Dikutip dari buku The Mozart Effect Tapping the Power of Music to Heal the Body, Strengthen the Mind, and Unlock the Ccreative Spirit karya Don Campbell, 1997, sejumlah 36 mahasiswa tingkat sarjana dari departemen psikologi mendapat nilai 8 hingga 9 pada tes IQ spasial (bagian dari skala kecerdasan Stanford-Binet) setelah diperdengarkan karya Mozart yang berjudul “Sonata for Two Pianos in D Major” selama sepuluh menit.
Meskipun efeknya hanya berlangsung 10 hingga 15 menit, dari penelitian inovatif di University of California di awal tahun 1990-an itu membuat tim Rauscher menyimpulkan bahwa ada hubungan antara penalaran ruang (spasial) dengan musik. Tim Rauscher juga melakukan penelitian pada 34 anak TK yang mendapat pelatihan keyboard piano yang mempelajari interval nada, koordinasi motorik halus, teknik-teknik memainkan jari-jemari, membaca not, notasi musik, dan bermain ingatan. Setelah 6 bulan, semua anak dapat memainkan melodi dasar karya Mozart dan Beethoven.
Alunan musik klasik terdengar sangat menenangkan dan melatih fokus anak. Orang tua dapat memperdengarkan musik klasik sebelum dan pada saat anak belajar. Di pagi hari, mulailah membiasakan anak agar akrab dengan musik klasik yang bertempo cepat karena hal itu bisa meningkatkan motivasi serta semangat anak untuk memulai hari. Orang tua bisa memilih lagu dari Mozart. Irama, melodi, dan frekuensi tinggi seperti musik karya Mozart merangsang wilayah-wilayah kreatif di otak. Tomatis menegaskan dalam Pourquoi Mozart? (Why Mozart?), Mozart memiliki efek, suatu pengaruh, yang tidak dimiliki komponis-komponis lain. Mozart mempunyai kekuatan yang membebaskan, mengobati, dan bahkan kekuatan menyembuhkan.
Mengapa harus musik klasik? Telinga normal dapat menangkap bunyi-bunyian yang berkisar antara 16 hingga 20.000 hertz. Pada piano, frekuensi kunci paling rendah adalah 27,5 hertz dan ffrekuensi kunci paling tinggi adalah 4186 hertz. Bunyi- bunyian dengan frekuensi tinggi (3000 hingga 8000 hertz atau lebih) lazimnya bergetar di otak dan mempengaruhi fungsi-fungsi kognitif, seperti berpikir, persepsi spasial, dan ingatan.
Bunyi-bunyian frekuensi sedang (750 hingga 3000 hertz) cenderung merangsang jantung, paru-paru, dan emosi. Bunyi-bunyian rendah (125 hingga 750 hertz) mempengaruhi gerakan fisik. Sebaliknya, bunyi dengan ritme yang cepat dan bernada rendah akan membuat sulit berkonsentrasi atau bersikap tenang.
Musik rock yang keras terekam kurang lebih 115 desibel. Konser-konser rock memiliki bunyi derau yang mengganggu. Itulah mengapa musisi rock mengenakan penutup telinga ketika mereka naik panggung. Para vokalis juga menghadapi bahaya yang berasal dari suara mereka sendiri yang lazimnya 110, 120, dan bahkan 10 desibel.. Berbeda dengan biola stradivarius misalnya, memiliki warna nada yang jernih, hangat, dan penuh jiwa. Maka, pemilihan jenis musik untuk dikonsumsi anak bisa mempengaruhi hasil belajarnya.
Anak-anak dapat menciptakan ekspresi musikal dari emosi dan representasi musikal dari konsep tulisan dan abstrak. Musik dapat mengomunikasikan ide dan emosi anak yang kompleks. Oleh karena itu, perlu musik yang mendidik bagi anak baik dari segi melodi dan juga lirik.
Dijelaskan oleh Philip Sherppard dalam bukunya yang berjudul Music Makes Your Child Smarter How Music Helps Every Child’s Development, 2007 anak memilih lagu karena lagu itu menarik, bukan karena keinginan untuk mendapatkan kemampuan teknis darinya. Kekuatan vokal, kemampuan, dan teknik anak berasal dari proses bernyanyi hanya untuk bersenang-senang. Anak-anak secara alami memperlihatkan tingkat perbedaan musikal yang kontras dan dapat menjadi sangat pemilih mengenai apa yang mereka sukai dan tidak sukai.
Hal ini menjadi bagian penting dalam mengembangkan identitas mereka sendiri. Jadi, orang tua perlu menjadi pintu gerbang akan musik apa saja yang diterima oleh anak. Di era digital kali ini, tentu saja penggunaan media sosial di kalangan anak harus menjadi perhatian.
Penulis:
1. Yusriyyah Adibah (Mahasiswa Universitas Negeri Semarang, jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi)
2. Dr. Eka Titi Andaryani, S.Pd., M.Pd. (Dosen Universitas Negeri Semarang)
Editor : Arbi Anugrah