get app
inews
Aa Read Next : Mengapa Ketua Bawaslu Banyumas tak Jadi Ikut Kontestasi Pilkada? Ini Alasannya

Penyintas Kekerasan Usia Anak di Banyumas, PRGA Unsoed: Didominasi Perempuan

Kamis, 04 Juli 2024 | 09:44 WIB
header img
Penyintas Kekerasan Usia Anak di Banyumas, PRGA Unsoed: Didominasi Perempuan. Foto: Dok PRGA Unsoed

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Pusat Riset Gender dan Anak (PRGA) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, bermitra dengan Yayasan Sahabat Kapas Surakarta menggelar program dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dalam penanganan penyintas kekerasan usia anak di Kabupaten Banyumas

Dr. Eri Wahyuningsih, S.Ked., M.Kes dari Tim Pusat Riset Gender dan Anak, LPPM Unsoed mengatakan jika program yang dijalankan di Kabupaten Banyumas ini bertajuk penguatan resiliensi dan peningkatan kapasitas penyintas kekerasan usia anak di Kabupaten Banyumas. Di mana puncak rangkaian kegiatan ini dilaksanakan Gelar Karya Anak Bangsa para penyintas yang telah mengikuti rangkaian kegiatan ini secara lengkap di Restoran d’Garden Purwokerto, Kamis (4/7/2024).

"Ini merupakan pilot project dari KemenPPPA sebagai langkah besar dalam penanganan dan pemenuhan hak anak-anak yang merupakan penyintas kekerasan," kata Eri dalam keterangannya, Kamis (4/7/2024).

Menurutnya, PRGA sendiri merupakan bagian dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Unsoed yang berfokus pada kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat bidang pemberdayaan perempuan, pengarusutamaan gender, dan perlindungan anak. 

Sedangkan Yayasan Sahabat Kapas adalah lembaga non profit yang berkedudukan di Surakarta, Jawa Tengah, dan aktif berkegiatan dalam pendampingan psikologis, pengembangan diri, pelatihan keterampilan dan dukungan reintegrasi bagi Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH).

Eri menjelaskan jika program ini dilaksanakan dalam bentuk program swakelola tipe 3, di mana KemenPPPA melibatkan dua unsur, yaitu unsur lembaga non pemerintah dan perguruan tinggi. Pelibatan unsur perguruan tinggi adalah dengan jejaring Asosiasi Studi Wanita/Gender Indonesia (ASWGI) di mana pusat-pusat studi di lokus terpilih ditugasi untuk menjalankan program ini, bermitra dengan unsur/ lembaga non pemerintah setempat.

"Hal yang melatarbelakangi program ini adalah tingginya prevalensi anak-anak sebagai korban kekerasan," ujarnya.

Eri membeberkan, berdasarkan data bulan Desember 2021 lalu yang telah dirilis KemenPPPA melalui Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021. Didapatkan hasil secara garis besar menunjukkan bahwa, prevalensi anak usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya. 

"Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tahun 2021 dari Januari sampai dengan Desember 2021 menunjukkan bahwa jumlah anak korban kekerasan yang dilaporkan sebanyak 15.912 anak," tuturnya.

Sedangkan berdasarkan data tahun 2022 dari Januari hingga Juni sebanyak 7.169 anak. Bentuk kekerasan yang paling banyak dialami korban yaitu kekerasan seksual (56,37%), psikis (23,59%), dan fisik (20,59%). Sementara layanan yang paling banyak diterima korban yaitu pengaduan (55,59%), kesehatan (19,77%), dan bantuan hukum (16,48%).

Pelaksanaan program ini sendiri diawali sejak bulan September - November 2023, dengan menargetkan sebanyak 865 anak yang akan diintervensi terkait pemenuhan hak anak dalam rangka penguatan resiliensi dan kapasitas anak penyintas kekerasan. 

Editor : Arbi Anugrah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut