KEBUMEN, iNewsPurwokerto.id-Dinas Kesehatan (Dinkes) Kebumen melaporkan bahwa pada tahun 2024 terdapat total 278 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan satu kasus kematian. Sementara itu, pada Januari 2025 tercatat ada 14 kasus DBD.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kebumen, dr. Aris Ekosulistiyono. Ia mengungkapkan rasa syukurnya karena kasus DBD di Kebumen tergolong rendah, terutama dari segi angka kematian yang hanya satu kasus.
"Ini menunjukkan pola hidup masyarakat untuk menjaga kesehatannya semakin baik, ditambah dengan penanganan dari dokter dan rumah sakit yang juga semakin optimal. Hal ini perlu terus ditingkatkan agar Kebumen dapat mencapai target zero kematian akibat DBD," ujar dr. Aris saat ditemui di kantornya pada Selasa, 7 Januari 2025.
Menurut dr. Aris, pemerintah terus berupaya mencegah peningkatan kasus DBD. Meskipun penyakit ini tidak dapat sepenuhnya dihilangkan karena berkaitan dengan ekosistem alami, pencegahan tetap dapat dilakukan melalui berbagai langkah.
"Langkah pertama adalah edukasi tentang DBD kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Kedua, melakukan Penyelidikan Epidemiologi setiap ada kasus positif DBD. Ketiga, melakukan fogging fokus jika memenuhi kriteria tertentu. Keempat, melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang sudah dijadwalkan serentak pada 10 dan 17 Januari 2025," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa cara paling efektif dalam mencegah DBD adalah melalui penerapan 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur). Langkah ini bertujuan untuk memberantas tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Selain itu, menjaga kebersihan lingkungan juga sangat penting, karena lingkungan yang bersih akan terbebas dari sarang nyamuk.
"Caranya sederhana, seperti rutin memeriksa tempat penampungan air, menyimpan baju bekas pakai di wadah tertutup, dan menggunakan obat nyamuk," tambahnya.
dr. Aris juga mengingatkan bahwa fogging bukanlah metode pencegahan yang paling efektif dalam pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak selalu meminta fogging kepada pemerintah, karena pelaksanaannya harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.
Syarat dilakukannya fogging yakni pertama, terjadi kasus kematian akibat DBD. Kedua terdapat satu kasus DBD, dan dalam radius 100 meter ditemukan satu penderita baru DBD dalam 3 minggu berturut-turut. Ketiga Angka Bebas Jentik (ABJ) lingkungan sekitar kurang dari 95%. Keempat terdapat 3 penderita demam tanpa sebab dalam radius 100 meter dalam 3 minggu berturut-turut.
"Jadi, fogging tidak bisa dilakukan sembarangan tanpa memenuhi syarat-syarat tersebut. Yang terpenting adalah kesadaran kita untuk menjaga lingkungan masing-masing," tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pemahaman masyarakat bahwa tidak semua demam berarti DBD. Bisa jadi itu Demam Dengue (DD), Demam Chikungunya, atau Demam Tifoid. Sering kali masyarakat langsung menyimpulkan seseorang terkena DBD hanya karena mengalami demam, padahal belum tentu benar, meskipun penyakit-penyakit tersebut sama-sama dapat menurunkan trombosit.
"Saya harap masyarakat dapat memahami bahwa nyamuk Aedes aegypti ini memiliki karakteristik khusus. Ia hanya hidup di genangan air bersih, menggigit pada pagi dan sore hari, memiliki radius terbang maksimal 200 meter, dan hanya nyamuk betina yang menyebabkan DBD," jelas dr. Aris.
Editor : Elde Joyosemito