Jangan Abaikan Benturan Kepala Ringan pada Lansia

Oleh: dr. Agus Budi Setiawan, SpBS
PERDARAHAN subdural kronik adalah salah satu jenis penyakit berupa perdarahan di dalam rongga tengkorak yang dapat menyebabkan berbagai gejala mulai dari yang bersifat ringan sampai berakibat kematian. Identifikasi dini disertai penatalaksanaan yang tepat akan memberikan hasil yang efektif dan efisien baik bagi rumah sakit dan keluarga pasien. Efisien bagi rumah sakit karena otomatis akan mengurangi lama perawatan pasien di rumah sakit, adapun bagi pasien dan keluarganya adalah waktu pulih yang singkat sehingga pasien dapat segera beraktivitas mandiri dan keluarganya tidak perlu mengeluarkan biaya besar selama menjaga dan menemani pasien di rumah sakit.
Masyarakat awam perlu lebih mengenal penyakit ini agar mereka bisa mengetahui penyebab, faktor resiko, dan tindakan apa yang diperlukan sehingga penyakit ini dapat segera teridentifikasi dan pasien segera mendapatkan pertolongan medis yang tepat. Tulisan singkat ini semoga dapat memberikan pencerahan bagi semua lapisan masyarakat, baik medis maupun non medis, sehinggga semua dapat berpartisipasi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Perdarahan subdural kronik adalah salah satu jenis perdarahan di dalam rongga tengkorak (intrakranial) yang terjadi di ruang normal antara selaput otak. Secara anatomis kepala manusia tersusun dari kulit kepala, baik yang berambut ataupun tidak, tulang kepala atau tengkorak, selaput otak, dan otak. Selaput otak terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arakhnoid, dan piamater. Duramater merupakan selaput otak terluar tepat di bawah tulang kepala yang tebal dan kuat, arakhnoid adalah selaput otak bening yang melapisi otak, dan yang terakhir adalah piamater yang menempel pada otak. Antara lapisan arakhnoid dan piamater terdapat ruangan subarakhnoid yang berisi cairan otak (cairan serebrospinal), adapun antara duramater dan arakhnoid terdapat ruangan subdural.
Berdasarkan struktur di atas dapat dipahami bahwa perdarahan subdural kronis adalah proses berkumpulnya darah di ruang subdural yang berlangsung secara bertahap dan menimbulkan gejala setelah jumlah perdarahan yang terkumpul menyebabkan peningkatan tekanan di rongga tengkorak secara bermakna. Sebagian besar kasus hematoma subdural kronik didahului oleh trauma atau benturan kepala yang menyebab pecahnya pembuluh darah balik di permukaan otak. Proses perdarahan ini berlangsung kronis bertahap dan mulai menimbulkan gejala di atas 21 hari sejak terjadinya trauma. Trauma ini kadang kadang ringan sehingga pasien tidak ingat apakah pernah mengalami benturan di kepala. Sebagian besar kasus ini terjadi pada usia di atas 50 tahun ketika otak mulai mengalami proses penuaan atau degenerasi.
Gejala klinis yang timbul adalah manifestasi peningkatan tekanan di dalam rongga tengkorak dan terjadinya pendesakan otak. Gejala ini berupa sakit kepala yang semakin lama semakin berat dan tidak membaik dengan pemberian obat penghilang nyeri (analgetik), muntah menyemprot, kelemahan anggota gerak salah satu sisi tubuh, dan puncaknya terjadi penurunan tingkat kesadaran. Sebagian besar pasien umumnya dibawa ke rumah sakit setelah timbul kelemahan anggota gerak atau bahkan setelah terjadi penurunan kesadaran dan hanya sebagian kecil yang hanya mengeluh sakit kepala.
Penegakan diagnosis seperti pada umumnya didasarkan atas data data saat wawancara dengan pasien atau keluarga pasien (anamnesis), pemeriksaan fisik yang teliti, dan terakhir dipastikan dengan pemeriksaan penunjang radiologi yaitu dengan pemeriksaan CT SCAN kepala. Tidak ada pemeriksaan radiologis yang spesial untuk menegakkan diagnosis penyakit ini.
Penatalaksanaan pilihan pada kasus ini adalah tindakan operasi yang bertujuan menurunkan menurunkan tekanan di dalam rongga tengkorak dengan cara mengeluarkan darah yang terkumpul dalam ruang subdural. Berhubung darah yang terkumpul sebagian besar adalah sudah mencair, tidak berupa gumpalan darah, maka hanya dibutuhkan lubang kecil untuk mengeluarkan darah tersebut. Ini berbeda dengan kasus perdarahan intrakranial akut yang terindikasi menjalani tindakan operasi, diperlukan pembukaan tulang kepala yang relatif lebih besar untuk mengeluarkan bekuan darah yang terkumpul. Hal ini berdampak positif berupa waktu pemulihan pasien yang lebih singkat dan lama rawat yang pendek.
Kasus ini pada umumnya adalah kasus sederhana yang ditangani ahli bedah saraf dengan hasil yang memuaskan. Faktor penyulit jika ada penyakit penyakit lain yang menambah faktor resiko tindakan operasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah para lansia yang mengalami benturan di kepala tanpa gejala berarti di awalnya akan tetapi setelah 1 bulan mengeluh sakit kepala yang semakin lama bertambah berat. Keluarga perlu mencurigai ini merupakan kasus hematoma subdural kronis dan segera membawanya ke dokter agar segera mendapatkan pertolongan medis yang sesuai.
Penulis:
dr. Agus Budi Setiawan, SpBS, (Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman sekaligus Dokter Spesialis Bedah Saraf di RS Margono Soekardjo)
Editor : Arbi Anugrah