get app
inews
Aa Text
Read Next : Tokoh Nasional dan Akademisi UMP Bedah RUU Perekonomian Nasional

Haedar Nashir Ajak Bangsa Bersatu, Hentikan Polemik Status Bencana

Senin, 29 Desember 2025 | 22:38 WIB
header img
Peletakan batu pertama pembangunan gedung tersebut dilakukan langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir di Kampus 2 UMP, Senin (29/12/2025). Foto: Arbi Anugrah

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir menyerukan agar masyarakat menghentikan perdebatan terkait status kebencanaan yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia. Ia menilai polemik tersebut berpotensi menguras energi publik, sementara masyarakat terdampak bencana justru membutuhkan dukungan nyata dan kerja bersama lintas elemen bangsa.

Seruan itu disampaikan Haedar saat menghadiri peletakan batu pertama pembangunan Megatorium di Kampus 2 Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (29/12/2025).

Menurut Haedar, Indonesia saat ini masih berada dalam suasana duka akibat rangkaian bencana alam, terutama banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, serta sejumlah daerah lain. Dalam situasi darurat seperti ini, perdebatan administratif dinilai bukan prioritas utama.

“Kita masih dalam keadaan duka atas musibah banjir di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan di beberapa tempat lain. Maka Muhammadiyah tanpa mempersoalkan status kebencanaan, karena itu nanti tiada akhir untuk berdebat. Lebih baik kita seluruh kekuatan bangsa bersama pemerintah menyelesaikan penanggulangan darurat bencana,” ujar Haedar.

Ia menegaskan bahwa penanganan bencana tidak berhenti pada fase tanggap darurat. Proses pemulihan masih panjang dan membutuhkan kesinambungan kerja, mulai dari rehabilitasi hingga rekonstruksi wilayah terdampak.

“Saya yakin kalau kita bersama, itu akan segera bisa masuk ke tahap rehabilitasi dan rekonstruksi, yang itu juga panjang,” lanjutnya.

Haedar juga menekankan bahwa berbagai pembahasan lanjutan, termasuk kajian lingkungan dan ekosistem, sebaiknya dilakukan setelah situasi darurat terkendali. Ia mengingatkan agar kajian tersebut dilaksanakan secara objektif dan ilmiah sebagai dasar kebijakan jangka panjang.

“Hal-hal lain yang menyangkut kajian-kajian tentang ekosistem kita, itu nanti bisa dilakukan setelah ini, dalam kajian yang objektif dan ilmiah. Yang diperlukan sekarang adalah semangat bersatu, semangat bersama, semangat peduli dan berbagi dari seluruh komponen bangsa,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Haedar menyampaikan bahwa Muhammadiyah telah terlibat aktif sejak hari pertama bencana melalui berbagai aksi kemanusiaan di wilayah terdampak. Selain penyaluran bantuan langsung, organisasi tersebut juga terus melakukan penggalangan dana untuk memastikan dukungan berkelanjutan hingga fase pemulihan.

“Kita punya pengalaman panjang, mulai dari tsunami Aceh, gempa Jogja, gempa Sumatera Barat, hingga gempa Sulawesi Tengah. Maka dari itu, energi kolektif kita harus kita manfaatkan,” ujarnya.

Lebih jauh, Haedar mengingatkan bahwa pembangunan bangsa tidak boleh hanya bertumpu pada aspek fisik semata. Nilai-nilai moral, kebangsaan, dan kemanusiaan harus berjalan seiring agar pembangunan memiliki fondasi yang kuat.

“Di lagu Indonesia Raya ada kalimat ‘bangunlah jiwanya, bangunlah badannya’. Kalau bangun fisik terus tapi tertinggal jiwanya, nanti keropos. Sebaliknya, membangun jiwanya tapi fisiknya tertinggal juga membuat kita terbelakang,” katanya.

Ia menekankan pentingnya Pancasila, agama, dan kebudayaan luhur bangsa sebagai nilai yang benar-benar dihidupi dalam praktik sehari-hari, bukan sekadar jargon normatif. Menurutnya, umat beragama memiliki peran strategis untuk menghadirkan sikap yang menyejukkan dan mencerahkan di tengah masyarakat.

Haedar juga menyoroti tantangan di era media sosial yang rawan memicu konflik identitas. Ia mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak dalam sikap saling menyerang atau merendahkan kelompok lain, terutama di tengah situasi bencana.

“Jangan sampai saling menyerang antarsuku, menjelekkan, atau merendahkan. Itu bibit perpecahan di tubuh bangsa. Sudah tertimpa musibah, lalu kita terpecah, itu kerugian besar,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Haedar kembali menegaskan pentingnya memperkuat persatuan nasional sebagai modal utama menghadapi bencana dan tantangan bangsa.

“Setiap suku bangsa punya keunggulan dan kekurangan. Mari kita bersatu dalam kelebihan dan kekurangan itu menjadi Indonesia, bukan menjadi suku-suku bangsa yang saling bertikai,” pungkasnya.

Editor : Arbi Anugrah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut