JAKARTA, iNews.id - Industri seks dan prostitusi di Indonesia membuat semua mata terbelalak jika benar-benar dibongkar, diteliti, dan dipresentasikan. Pasalnya, industri prostitusi kerap dianggap tabu bagi mayoritas masyarakat Indonesia karena bertentangan dengan norma umum di negara ini.
Namun, melansir buku Wisata Seks Dalam Industri Pariwisata karya James J. Spillane S. J., masalah prostitusi tidak bisa hanya dibahas atau dilihat dari kaca mata teologis semata.
Dari ribuan kalangan aktivis perempuan yang melihat persoalan perempuan di dalam prostitusi, berkembang dua pendapat, yakni kalangan pro dan kalangan kontra.
Bagi kalangan pro, mereka berpikir bahwa globalisasi memiliki keterkaitan dengan perkembangan industri pariwisata dan berkorelasi dengan prostitusi.
Sebagian kalangan feminis mengatakan bahwa perempuan yang ada dalam prostitusi ini, harus diberikan hak untuk bekerja. Mereka merasa bahwa ini tidak bisa dilarang karena itu adalah hak mereka untuk bekerja dengan apapun yang melekat pada tubuhnya.
Pada awal tahun 90-an di Eropa, pekerja seks meminta negara untuk mengesahkan semacam serikat pekerja seks, yang merupakan implikasi pandangan tentang prostitusi sebagai hak.
Sementara untuk kalangan kontra, mereka melihat begitu banyak persoalan yang dihadapi perempuan yang di luar kemampuannya untuk menghadapi dan mengatasinya.
Mereka mengatakan prostitusi adalah pelanggaran hak asasi perempuan. Karena prakteknya, prostitusi lebih banyak mengandung eksploitasi perempuan.
Itulah sebabnya mereka tidak menyebutnya sebagai "sex work"' tetapi "woman in prostitution". Lebih lanjut, mereka menganggap prostitusi adalah sebuah sindikat di mana banyak sekali kepentingan terlibat dan perempuan hanyalah titik kecil dari institusi prostitusi.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait