Sejalan dengan hal tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan melalui PBI No.24/3/PBI/2022 tentang Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Pemberlakuan kebijakan tersebut dilakukan sebagai upaya bersama dengan pemerintah dalam rangka mewujudkan peningkatan akses pembiayaan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta Perorangan Berpenghasilan Rendah (PBR).
Selain itu, kebijakan dimaksud dilakukan untuk mendorong kontribusi bank secara optimal dalam pemenuhan RPIM dengan mempertimbangkan keahlian dan model bisnis bank dalam pembiayaan inklusif.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh UMKM dalam mendapatkan akses permodalan ke perbankan dengan pemanfaatan teknologi yaitu melalui digital banking. Digital banking mampu diakses dimanapun termasuk oleh UMKM di pedesaan yang mungkin belum tesentuh oleh akses perbankan.
Namun untuk meningkatkan asas governance serta menjaga rasio Non Performance Loan (NPL) perlu adanya inovasi yang memudahkan bagi lembaga keuangan untuk menilai kelayakan kredit mengingat faktor keterbatasan kemampuan UMKM untuk menghasilkan laporan keuangan yang menjadi alat utama penilaian.
Tidak hanya dari sisi permodalan saja, namun juga dalam aspek transaksi pada bisnis UMKM diperlukan sistem pembayaran yang handal. Melalui Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 23/15/PADG/2021 tentang Standar Nasional Open Application Programming Interface (SNAP), diharapkan dapat menciptakan industri sistem pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif.
Sehingga dapat menyediakan layanan sistem pembayaran kepada masyarakat yang efisien, aman dan andal dalam mengakselerasi ekonomi dan keuangan digital bagi pertumbuhan dan percepatan ekonomi.
Hal tersebut dapat memberikan dampak positif kepada pelaku UMKM mengingat kecepatan perputaran transaksi diyakini berpengaruh dalam perputaran modal dan pertumbuhan UMKM itu sendiri.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait