PURBALINGGA, iNewsPurwokerto.id-Pada abad ke-18, tercatat dalam beberapa literatur bahwa Purbalingga memiliki tokoh bernama Ki Arsantaka. Tokoh ini seharusnya diingat kembali oleh masyarakat Purbalingga.
"Tanpa disadari, Ki Arsantaka hidup di dalam kesadaran masyarakat Purbalingga, dan jika tidak diingatkan kembali, akan semakin terlupakan," kata Agus Sukoco dalam bedah buku "Wasiat Ki Arsantaka" yang ditulisnya, pekan lalu.
Agus Sukoco berusaha "menghidupkan kembali" kisah Ki Arsantaka dalam buku keduanya yang menceritakan tentang tokoh tersebut.
"Bagi saya, hal terpenting adalah menghidupkan kembali kisahnya, jadi masalah benar dan salah saya memilih pendekatan sastra sehingga buku ini tidak bisa dijadikan referensi sejarah akademis," jelasnya.
Gunanto Eko Saputro, seorang penggiat sejarah Purbalingga, ditugaskan sebagai pembedah buku tersebut. Ia menyatakan bahwa buku ini berusaha mengisi kekosongan sejarah pada masa awal antara Wirasaba dan Purbalingga yang tidak tercatat dalam literasi.
"Kemungkinan inilah yang menyebabkan Mas Agus Sukoco memilih kemasan Historical Fiction, tetapi saya bisa membayangkan bagaimana suasana dua abad sejak peristiwa mrapat hingga lahirnya Purbalingga pada 23 Juni 1759," ucapnya.
Igo menyatakan bahwa buku ini menghidupkan semangat kebanggaan bagi warga Purbalingga, yang memiliki sejarah yang sangat tua dan lebih awal daripada wilayah "ngapak" lainnya.
"Sejarawan Belanda bernama Van der Meulen menyebutkan bahwa peradaban pertama di Jawa berdiri di lereng timur Gunung Slamet pada Abad Pertama Masehi," tambahnya.
Dalam acara bedah buku ini, turut hadir keturunan Ki Arsantaka sendiri yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPRD Purbalingga, yaitu H.R. Bambang Irawan.
"Saya berterima kasih kepada semua yang hadir saat ini, khususnya karena tidak melupakan sejarah. Sebab, bagaimanapun sejarah adalah bagian dari perjalanan yang tidak boleh dilupakan," ucapnya.
Dalam momentum ini, Mas Bei, julukan untuk Igo, mengusulkan agar tokoh-tokoh Purbalingga mulai diinventarisir dan dihargai dengan menyematkan nama mereka dan gelar dalam nama jalan, gedung, atau ruang di Pemerintahan Purbalingga.
"Menurut kami, ini merupakan bagian dari upaya kita untuk menghargai para pendahulu. Hal kecil seperti ini bisa kita wariskan kepada anak cucu kita," tambahnya.
Ia berharap bahwa dengan adanya buku ini, akan muncul rasa kecintaan yang luar biasa terhadap Purbalingga dan berdampak pada kemajuan Purbalingga itu sendiri.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait