Sedangkan, Guru Besar Sejarah Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Prof Dr Sugeng Priyadi MHum mengatakan kata Ndasmu, merupakan kata yang lazim bagi warga Banyumas.
“Orang Banyumas lebih lazim menggunakan kata-kata ‘ndas’ dibandingkan sirah, walaupun lebih halus. Karena ‘ndas’ itu ungkapan yang biasa disampaikan sebagai bentuk candaan dan keakraban dalam pergaulan,”katanya.
Pada saat anak-anak, kata Prof Sugeng, kata-kata ndasmu, gundulmu, matamu sangat lazim diucapkan. Bahkan matamu dijadikan suatu ikon kaos di Yogyakarta dengan kemasan bahasa lain, yaitu dagadu yang artinya sama, matamu.
“Jadi, sebetulnya kata Ndasmu itu sama sekali tidak berkonotasi negatif. Yang dianggap tidak sopan adalah ketika memegang kepala orang lain, tetapi kalau ucapan ‘ndasmu’ itu sudah sangat biasa di Banyumas,”jelasnya.
Masyarakat Banyumas, lanjutnya, merupakan warga yang egaliter. Masyarakat di sini memandang orang sama, tidak ada yang lebih tinggi ataupun rendah.
“Dan budaya cablaka yang kental, membuat orang Banyumas terbiasa bercanda dengan kata-kata ndasmu, gundulmu, matamu dan lainnya,”tandasnya.
Editor : Elde Joyosemito
Artikel Terkait