Oleh karena itu, kegiatan pendampingan secara berkala rutin dilakukan, karena pendaftaran secara online sering menimbulkan perbedaan persepsi yang tidak sesuai dengan persyaratan. Oleh karenanya, harus diselesaikan dengan bertemu langsung antara pemohon dan petugas registrasi.
BPOM mendorong PPJAI agar bisa menaikkan level jamu menjadi obat herbal standar hingga fitofarmaka, dengan cara uji klinik yang terbukti khasiatnya serupa dengan obat kimia.
“Agar para tenaga medis, terutama dokter, semakin yakin memanfaatkan jamu di pelayanan kesehatan, kami mendorong agar jamu dikembangkan dan dipasarkan lebih lanjut, tanpa harus menunggu menjadi fitofarmaka, sehingga naik menjadi obat herbal standar,” terangnya.
Bendahara PPJAI, Nur Cholis, menyatakan kegiatan ini sangat membantu pengusaha jamu untuk mengetahui regulasi aturan yang baru.
“Dulu sistem offline, semua berkas dibawa ke Jakarta dan bertemu langsung sehingga saat itu juga bisa revisi. Sedangkan sekarang dengan sistem online, kadang ada miskomunikasi dengan BPOM, jadi pertemuan ini sangat membantu. Karena kita masih berpatokan pada aturan yang lama sehingga izin tidak keluar-keluar. Jadi kita harus selalu memperbarui peraturan yang baru sehingga tahu apa yang boleh dan tidak boleh,” kata Nur Cholis.
Sementara itu, Komisaris Tresno Jamu Indonesia Tatang Mulyadi menyatakan bahwa pihaknya mendukung program BPOM, termasuk peningkatan aspek produksi di pabrik TJI.
“Kami bangga menjadi contoh industri obat alam di wilayah Banyumas Raya. Kami akan terus mendorong dan mendukung di bagian produksi untuk mewujudkan program BPOM, salah satunya di Cilacap ada yang full aspek,” katanya.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait