Keberanian dan ketenangan Komarudin dalam menghadapi musuh menjadikannya sosok yang ditakuti oleh tentara Belanda. Setelah kematian Jenderal Soedirman, karier militer Komarudin meredup akibat tuduhan keterlibatan dengan gerakan DI/TII.
Meskipun tuduhan tersebut tidak terbukti, kariernya tidak kembali bersinar. Namun, nama baiknya kemudian direhabilitasi.
Setelah mundur dari militer, Komarudin hidup sebagai preman yang disegani di Kotagede dan kemudian di Jakarta. Dia dikenal sebagai preman yang baik hati dan tetap kebal terhadap senjata api.
Keberadaannya di Jakarta diduga diketahui oleh Presiden Soeharto yang memberikan jatah beras bulanan kepada Komarudin.
Pada tahun 1972, Komarudin kembali ke Kotagede dan tak lama kemudian jatuh sakit. Meski dirawat, kekebalannya membuat suntikan tidak mempan padanya. Komarudin mengembuskan napas terakhirnya pada tahun 1973 dan dimakamkan secara militer di Yogyakarta.
Namanya tetap dikenang, salah satunya dengan Masjid Al Komarudin di Sleman. Ada versi lain yang menyebutkan bahwa setelah mundur dari militer, Komarudin kembali ke desa kelahirannya di Maluku Tenggara bersama istrinya.
Dia menolak ajakan mantan presiden Soeharto untuk kembali ke Jakarta, dan lebih memilih menghabiskan sisa hidupnya di desa. Letnan Komarudin adalah contoh nyata keberanian, dedikasi, dan kekuatan yang luar biasa. Kisahnya akan selalu menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan Indonesia.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait