Banyak orang memahami betapa bahayanya judi online. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya? Sebagian orang memberi nasihat, memberi arahan kepada orang yang melakukan judi online yang sebagian besar berakhir sebagai pertengkaran. Sebagian bahkan memberi konsekuensi pahit. Namun tetap tak mudah untuk membuat kapok penjudi. Sebagaimana semua adiksi/kecanduan, motivasi diri adalah hal utama, bila ingin betul- betul berubah. Sudah siapkah berubah? Mampukah meninggalkan kesenangan dan segala sensasinya yang telah terbiasa dikejar setiap saat berjudi? Ketergantungan judi online adalah salah satu bentuk gangguan jiwa. Penanganan ketagihan judi online perlu dilakukan secara terintegratif. Pertama, dilakukan asesmen tingkat kecanduannya dan bagaimana akibatnya pada pasien apakah sudah ada komplikasi gangguan jiwa lain seperti cemas, obsesif kompulsif, atau sudah adakah pikiran atau percobaan bunuh diri.
Terapi obat dibutuhkan karena banyak bagian-bagian otak yang mengalami gangguan yang menyebabkan perilaku impulsif yang sangat tinggi. Jenis obat yang digunakan antara lain untuk mengurangi impusivitas, antiansietas, anti depresan atau apabila sudah terdapat agresivitas atau pikiran-pikiran yang tidak riil (waham) juga dapat diberikan antipsikotik. Obat-obatan ini diberikan dengan harapan memperbaiki kondisi otak tersebut sehingga tahap terapi selanjutnya seperti psikoterapi dapat dijalankan. Psikoterapi berupa relapse prevention therapy yaitu terapi pencegahan kekambuhan, karena adiksi adalah penyakit kronis yang sifatnya relapsing disease sehingga terapi pencegahan kekambuhan sangat penting dilakukan. Jenis psikoterapi lainnya bisa diberikan seperti psikoterapi supportif, cognitive behavior therapy, hipnoterapi dll.
Perbaikan kondisi otak juga bisa dibantu dengan memberikan terapi alat elektrofisiolog. Foto: Istimewa
Perbaikan kondisi otak juga bisa dibantu dengan memberikan terapi alat elektrofisiologi. Transcanial magnetic stimulation (TMS) adalah tehnik neurofisiologi yang bersifat non invasif (tanpa memasukkan alat yang dapat merusak kulit) yang memberikan stimulasi magnetik ke dalam otak. Akibatnya terjadi perbaikan gelombang otak dan perbaikan gejala seperti memperbaiki impusivitas, kondisi depresi, kecemasan, serta perilaku obsesif kompulsif dll.
Tindakannya cukup sederhana yaitu meletakkan coil selama sekitar 30 menit. Stimulasi berupa getaran repetitif dalam frekuensi tertentu. Untuk masalah kecanduan stimulasi biasanya diberikan di area prefrontal cortex atau bagian depan otak yang berfungsi mengendalikan respons dan menghambat perilaku impulsif. Terapi ini cukup aman dan nyaman dengan efek samping yang minimal. Perbaikan klinis kecanduan biasanya diperoleh setelah terapi serial beberapa kali dan beraifat tambahan penanganan selain terapi obat, psikoterapi, dukungan keluarga dan modivikasi lingkungan.
Selain itu pencegahan dan intervensi dini sangat penting untuk mengurangi dampak judi online. Ini termasuk edukasi tentang risiko judi, dukungan keluarga dan akses ke layanan kesehatan mental. Masyarakat harus aktif mendukung proses terapi. Individu yang sedang terapi juga perlu mengembangkan aktivitas positif seperti olah raga atau hobi baru. Kegiatan ini tidak hanya membantu mengurangi dorongan untuk berjudi, tetapi juga memperbaiki kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan.
Tehnologi berperan aktif dalam memfasilitasi judi online. Namun tehnologi juga dapat digunakan untuk mencegah kecanduan seperti aplikasi yang membatasi waktu bermain dan memberikan peringatan risiko. Inovasi ini dapat membantu mengontrol kebiasaan judi. Namun tentunya tidak mencoba adalah pencegahan terbaik. Peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam regulasi, pengawasan, edukasi dan tindakan hukum yang tepat yang dapat memberikan efek jera bagi para bandar. Untuk masyarakat yang sudah terlanjur terpapar dengan judi online perlu dilakukan terapi dan rehabilitasi secara integratif dan berkesinambungan sehingga tidak terjadi relapse. Salam sehat jiwa.
Penulis:
Dr. Hilma Paramita, SpKJ dan Dr. Taufik Hidayanto, SpKJ (RSUD Banyumas/FK UNSOED/ Seksi Elektrofisiologi PDSKJI)
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait