Islam sangat jelas dalam mengatur relasi pwmerintah (raa’i) dan rakyat (ra’iyah). Islam sangat memperketat bolehnya rakyat untuk melawan pemerintah. Tapi Islam pada saat yang sama mengajarkan bahwa mengkritisi pemerintan dalam hal-hal yang salah menjadi kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar. Apalagi dalam tatanan negara demokrasi pemerintah dikontrol oleh kekuasaan tertinggi (rakyat).
Isu lain adalah ekslusifitas yang juga menjadi rancu ketika dihubungkan dengan agama. Karena pada semua agama ada Karakter ekslusif. Khususnya ketika bersentuhan dengan akidah dan ibadah ritual. Umat ini sadar bahwa membangun kesatuan dan ukhuwah itu penting. Baik ukhuwah imaniyah maupun wathaniyah. Tapi bukan berarti membuka batas-batas yang memang berbeda secara mendasar. Ada hal-hal ekslusif dalam beragama. Dan itu tidak perlu dianggap tidak bersahabat. Apalagi dinilai radikal.
Demikian juga dalam hal budaya dan tradisi. Islam adalah agama universal. Karenanya Islam ada di seluruh belahan dunia. Mau atau tidak Islam akan bersentuhan dengan semua kultur dan budaya. Namun kehadiran Islam di sebuah lokalitas tidak merubah atau menghapus budaya lokal. Tapi lebih kepada mengoreksi atau membenarkan jika ada yang secara mendasar bertentangan dengan prinsip dasar ajaran agama. Itulah yang disebutkan dalam hadits: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak (maakarimal akhalk)”.
Oleh karena itu kriteria-kriteria yang dijadikan alasan untuk menuduh sebagian Ustadz radikal tidak jelas dan rentang membawa kepada penilaian sepihak. Dan tentunya yang paling mendasar dari semua ini adalah kenapa hanya Ustadz-Ustadz?
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait