Warga yang mengikuti Nyadran biasanya berdoa untuk keluarganya yang telah meninggal. Seusai berdoa, warga menggelar kenduri atau makan bersama di sepanjang jalan atau di kompleks makam.
Pada beberapa daerah, makanan yang dibawa harus berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, perkedel, serta tempe dan tahu bacem.
Di Yogyakarta, Nyadran saat ini dikemas menjadi event wisata budaya, seperti tradisi Sadranan di Makam Sewu, Pajangan Bantul.
Sumber lain menyebutkan Sadranan adalah hasil kreasi dari Walisongo sejak abad ke-15 yang menggabungkan tradisi dengan dakwah, agar agama Islam dapat dengan mudah diterima masyarakat saat itu.
Pada awalnya, para wali berusaha meluruskan kepercayaan yang ada pada masyarakat Jawa saat itu tentang pemujaan roh yang dalam agam Islam dinilai musrik. Agar tidak berbenturan dengan tradisi Jawa saat itu, maka para wali tidak menghapuskan adat tersebut, melainkan menyelaraskan dan mengisinya dengan ajaran Islam, yaitu dengan pembacaan doa.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait