“Sains dan teknologi bisa menjadi ‘lebay’ atau berlebihan ketika mereka mencoba melawan kodrat yang telah ditetapkan oleh Tuhan,” tegasnya.
Contohnya, Tuhan telah menyatakan bahwa setiap yang hidup pasti akan mati. Namun, sains sedang berusaha merancang cara agar manusia bisa hidup abadi.
Selain itu, manusia juga sedang mencari tempat tinggal selain Bumi, meskipun jarak tempuhnya sangat jauh dan seolah-olah tidak realistis untuk dicapai dalam waktu dekat.
Ini menimbulkan pertanyaan: apakah upaya-upaya ini benar-benar bermanfaat, atau justru menyia-nyiakan waktu dan sumber daya yang seharusnya bisa digunakan untuk hal-hal yang lebih penting?
Ash-Shiddiqy mengingatkan bahwa kemajuan sains dan teknologi, meskipun bermanfaat, tidak boleh mengabaikan nilai-nilai ketuhanan.
Ash-Shiddiqy juga mengingatkan tentang konsep istidraj, yaitu kemajuan yang diberikan Tuhan sebagai ujian.
“Kecerdasan manusia dalam mengembangkan sains dan teknologi bisa menjadi bentuk istidraj jika tidak digunakan dengan bijak,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa sains dan teknologi harus dimanfaatkan sejauh mereka memberikan manfaat untuk kehidupan akhirat, bukan sekadar meningkatkan peradaban duniawi.
Mengutip perkataan Ali bin Abi Thalib, Ash-Shiddiqy menggambarkan manusia sebagai orang yang sedang tidur di dunia. “Ketika seseorang meninggal, barulah ia terbangun dan menyadari bahwa segala yang diceritakan dalam Al-Qur'an adalah nyata.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait