Peraih Adhi Makayasa Akademi Militer Nasional tahun 1970 ini mengenang momen ketika pasukannya beristirahat untuk makan siang di tengah medan perang. Saat itu, Durman dengan setia membukakan kaleng ransum tempur untuknya. Kadang, jika merasa bosan dengan makanan kaleng, Durman bahkan memasak sendiri makanan sederhana yang bisa ia olah di medan perang. Namun, satu hal yang tidak pernah berubah, ia tetap berpuasa.
"Penasaran, saya pun bertanya kenapa dia tetap berpuasa di tengah kondisi seperti ini. Jawabannya sederhana dan tidak pernah saya lupakan: Biar lebih dekat dengan Tuhan," ucap Pendiri dan komandan pertama Detasemen-81 Antiteror Kopassus ini melanjutkan.
Jawaban itu begitu membekas di ingatan Luhut. Baginya, Durman bukan hanya menunjukkan keteguhan imannya, tetapi juga dedikasi tinggi kepada negara dan atasannya. Meskipun berpuasa, ia tetap berjuang di medan perang dan menjalankan tugasnya sebagai prajurit tanpa mengeluh.
Dalam pertempuran selama lima bulan, pasukan yang dipimpin Luhut harus menghadapi pertempuran sengit hampir setiap hari. Dari total 110 prajurit yang tergabung di Kompi A pada awal operasi, hanya tersisa 80 orang pada Maret 1976. Situasi perang yang berat tak sedikitpun menggoyahkan tekad Durman dalam menjalankan ibadahnya.
Kini, Durman menetap di Banten. Luhut terakhir kali bertemu dengannya dalam reuni Kopassus di Cijantung. Ia berharap suatu hari nanti, Durman dapat membagikan kisahnya kepada lebih banyak orang sebagai inspirasi tentang dedikasi, keimanan, dan semangat juang seorang prajurit.
"Jika ada kesempatan, saya ingin Durman dapat menceritakan pengalamannya kepada Saudara-Saudari sekalian sehingga kita dapat belajar bahwa betapa indahnya harmoni di Negeri ini jika kita dapat saling menghormati," tutup Luhut.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait