Psikolog klinis Kurniasih Dwi Purwanti dalam sesi “Kenali Diri, Kembangkan Potensi” menambahkan, anak-anak perlu dibekali kemampuan berpikir kritis, komunikasi asertif, dan kontrol emosi sejak dini. Menurutnya, keluarga memiliki peran sentral dalam menanamkan nilai-nilai ini.
“Masalah pernikahan dini juga dipengaruhi oleh kurangnya edukasi keluarga, kondisi ekonomi yang lemah, dan pengaruh negatif media digital,” terangnya.
Salah satu sesi inspiratif bertajuk “Cerita Kehidupan: Aku Bukan Penyakitku” yang digelar bersama Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Purbalingga, membuka ruang diskusi seputar empati terhadap penyintas HIV/AIDS. Remaja diberi ruang aman untuk belajar inklusivitas dan membangun solidaritas.
Workshop ditutup dengan pesan mendalam dari Syahzani Fahmi Muhammad Hanif, Pembina Forum Anak sekaligus Bunda Forum Anak Purbalingga. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara keluarga, pemerintah, dan anak dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang generasi muda.
“Anak-anak perlu merasa didampingi, bukan dikasihani. Dari sana akan tumbuh ketangguhan. Keluarga adalah fondasi karakter, dan pemerintah harus terus hadir sebagai fasilitator ruang tumbuh yang aman dan mendukung,” ujar Syahzani.
Ia juga mengingatkan para remaja agar tidak terburu-buru menikah. “Remaja harus menyadari bahwa masa muda tidak datang dua kali. Jangan terburu-buru menikah. Belajarlah setinggi-tingginya dan berkontribusilah untuk masa depan yang lebih baik, termasuk bagi Purbalingga,” pungkas Bunda Forum Anak.
Acara ini turut dihadiri Kepala Dinporapar R. Budi Setiawan, Ketua II PUSPA Denita Dimas Prasetyahani, anggota Forum Anak, serta para atlet paralimpik berprestasi. Workshop ini menjadi langkah konkret untuk memperkuat gerakan Purbalingga menuju Kabupaten Layak Anak (KLA).
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait