Walaupun tidak bersifat wajib, aksi off-bid ini diikuti secara sukarela oleh sebagian besar driver. Arbi menegaskan bahwa gerakan ini bertujuan membangun solidaritas di antara para mitra driver, bukan untuk memaksa.
“Kami hanya mengimbau, bukan menyuruh. Tapi kami ingin semua sadar bahwa perjuangan ini demi kepentingan bersama,” ucapnya.
Salah satu pengemudi ojol roda dua, Rani (37), turut menyampaikan keluhannya. Ia menyebut sistem slot menciptakan tekanan kerja yang tinggi dengan imbalan yang tidak sepadan. “Kalau tidak ikut slot, sepi order. Tapi kalau ikut, kirim makanan cuma dibayar Rp5.000 sampai Rp6.000. Itu belum untuk beli bensin atau servis motor. Sangat tidak layak,” tuturnya.
Aksi yang dipusatkan di Alun-alun Banyumas berlangsung tertib dan damai. Perwakilan driver juga melakukan audiensi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Banyumas serta anggota DPRD setempat untuk menyampaikan aspirasi mereka secara langsung.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Kabupaten Banyumas, Agus Nur Hadie, menyatakan dukungannya terhadap aspirasi driver ojol. Ia mengaku telah berkoordinasi dengan Komisi V DPR RI dan mendorong revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“UU itu hanya mengatur roda empat untuk angkutan umum, sementara dalam praktiknya, justru roda dua yang mendominasi layanan transportasi daring. Ini perlu ditinjau ulang,” kata Agus.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait