BANYUMAS, iNews.id - Serangkaian acara Jagad Lengger Festival (JLF) 2022 yang berlangsung sejak 25-27 Juni 2022 telah selesai dilaksanakan. Selama tiga hari itu hadir puluhan pelaku, pengamat, dan publik yang antusias melestarikan seni tradisi Lengger Banyumasan.
Suasana Pendhapa Si Panji Banyumas seketika itu berubah, dari yang biasanya hanya dipakai sebagai kantor administrasi Kecamatan Banyumas, selama tiga hari penyelenggaraan nampak semarak dan ramai.
Festival pertama di Indonesia yang mengkhususkan diri pada tradisi lengger ini mengambil tema “Ngunthili & Napak Tilas Tradisi Lengger”. Tema ini diurai dan dibahas secara intens dalam empat program, yaitu Seminar, Pertunjukan, Pameran Arsip & Pemutaran Film, serta Peken Dusun Lengger. Selain semarak oleh pertunjukan, nuansa diskusi dan distribusi pengetahuan terkait ini kental terasa selama festival berlangsung.
Suara calung dan tembang yang disela riuh obrolan pengunjung terdengar dominan selama JLF 2022 berlangsung. Tiap harinya, acara dimulai jam 10 pagi dan baru berakhir hingga pukul 10 malam. Selama itu pula, ratusan pengunjung hadir setiap hari.
"Pengunjung tidak hanya dari Banyumas atau Purwokerto saja, tapi juga banyak yang dari luar kota khusus ke Banyumas untuk ikut JLF lho,” ujar Otniel Tasman, direktur JLF 2022.
“Sebagai penari lengger saya ikut lega, berarti lengger masih punya tempat di hati masyarakat Banyumas,” sambungnya.
Gelaran JLF ini dibuka pada Sabtu, 25 Juni 2022 pukul 9 pagi dengan pertunjukan tari lengger massal di alun-alun Banyumas. Sekitar 50 penari lengger dari SMKN 1 Banyumas urun karsa meramaikan. Lemparan sampur dan decak kagum penonton membuka festival.
Dari sana, seluruh rombongan bergerak ke venue festival ke pendhapa si panji yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari alun-alun. Pendhapa Si Panji, tempat diselenggarakan JLF merupakan bangunan yang punya nilai historis tinggi bagi warga asli Banyumas, di situlah dulu pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas dilaksanakan.
Tak seperti festival seni lain yang berfokus pada semarak pertunjukan, JLF 2022 lain sebab ia juga memberi fokus dan penggarapan serius pada arsip lengger. Sesuai misi JLF yaitu membaca rute gerak perkembangan sejarah lengger Banyumas, arsip-arsip yang dikumpulkan oleh tim JLF diaktivasi dan dipamerkan.
Otniel Tasman menjelaskan, bahwa festival ini adalah langkah pertama dan menjadi penting, sebab sebelumnya tak ada penelusuran atau penyusunan sejarah yang layak soal lengger. “Kami pun belum tahu apakah sejarah yang kami susun itu benar atau salah, tapi yang jelas festival ini adalah langkah pertama untuk membuka diskusi soal itu," jelasnya.
Menurut Abdul Aziz Rasjid, kurator JLF 2022 mengatakan jika penyelenggaraan JLF di Banyumas juga bisa dilihat sebagai acara homecoming, sebab Banyumas adalah daerah tempat lengger lahir. Di masa lalunya, lengger hadir di tengah masyarakat agraris, tak hanya sebagai hiburan namun juga ritus spiritual.
Kini, seiring perkembangan zaman, lengger boleh jadi mengalami perubahan bentuk pertunjukan atau relasi dengan masyarakat. Festival ini ingin merangkum perkembangan itu dalam sebuah rute arsip yang bisa dinikmati oleh siapa saja.
Atas misinnya ini, JLF 2022 mendapat dukungan penuh dari Direktorat Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia; Indonesia Kaya, dan Pemerintah Kabupaten Banyumas. Sementara penyelenggara JLF sendiri adalah kolaborasi beberapa komunitas dari tiga kota, yaitu Banyumas, Yogyakarta, dan Solo.
“JLF telah menjadi ruang pertemuan. Momen-momen saat interaksi antara pelaku seni tradisi lengger, pengamat, juga warga terjalin erat dan personal baik dalam perbincangan tentang pengalaman, pertukaran gagasan, serta riuh tepuk tangan,” tambah Aziz.
Berikut rangkuman acara Jagad Lengger Festival (JLF) 2022 selama tiga hari berturut-turut.
Hari Pertama
Semua acara di hari pertama adalah representasi dari tradisi lengger klasik di masa lalu. Yang dipilih adalah topik, film, dan pertunjukan dari lengger di dekade 1980-an di Banyumas. Pengunjung di bawa kembali ke masa lalu untuk tahu seperti apa lengger dulu hadir di masyarakat.
1. Seminar/ Refleksi dan Catatan Kaki Lengger Otniel Tasman - Direktur JLF dan penari lengger Yustina Devi - Dosen dan peneliti lengger.
Seminar hari pertama membicarakan soal pemaknaan terhadap lengger. Bagaimana publik melihat dan memaknai lengger, serta yang lebih penting bagaimana Otniel Tasman sebagai penari lengger memaknai tubuh dan wacana soal lengger sendiri. Otniel menyatakan bahwa diskusi soal identitas gender pada lengger sesungguhnya adalah isu yang sangat permukaan, sebab lengger menyimpan banyak kedalaman isu lain untuk dikaji.
2. Pemutaran Film/ Leng Apa Jengger - Bowo Leksono
Merupakan film dokumenter yang menyorot kehidupan maestro lengger Dariah, sejak kecil hingga masa tuanya. Dariah adalah sosok representatif dari konsep nyawiji (peleburan) pada lengger.
3. Pertunjukan/ Paguyuban Langensari & Narsihati ft. Sukendar
Paguyuban Langensari melangsungkan pertunjukan di amphiteatre terbuka Pendhapa Si Panji. Meski format klasik mereka tampil rancak dan semarak. Sementara malamnya tampil Narsihati dan Sukendar. Keduanya merupakan legenda hidup tradisi lengger Banyumasan. Penampilan prima dan skillful Sukendar berpadu asik dengan Narsihati yang sering melempar guyonan interaktif. Membawa nuansa pesta lenggeran Banyumas tempo dulu.
Hari Kedua
Di hari kedua, konten festival berfokus pada lengger masa kini. Dalam konteks, bagaimana tradisi lengger tampil di berbagai produk kebudayaan populer masa kini, dan bagaimana akhirnya hal-hal itu membentuk citra lengger masa kini di publik.
1. Seminar/ Lengger dalam Budaya Tutur, Teks, ke Layar, Garin Nugroho - sutradara
Ahmad Tohari - penulis. Pada sesi pagi di ruang seminar ini, Garin Nugroho hadir secara daring sementara Ahmad Tohari hadir di venue.
Dibahas bagaimana proses kreatif Ahmad Tohari selama menulis “Ronggeng Dukuh Paruk”, serta pengalaman apa saja yang ia lalui untuk menciptakan karakter Srinthil dan Rasus yang legendaris itu. Garin juga menyatakan kekagumannya pada Ahmad Tohari, menurutnya hanya Ronggeng Dukuh Paruk novel yang bercerita secara detil tak hanya soal nilai di tradisi lengger tapi juga aspek ekologisnya.
2. Pemutaran Film/ Kucumbu Tubuh Indahku - Garin Nugroho
Sesi diskusi menarik sebab selain Garin Nugroho, Rianto (penari lengger yang cerita hidupnya jadi pondasi cerita film ini) hadir secara daring. Banyak dibahas tentang proses kreatif Garin Nugroho, tentang trauma tubuh yang dialami seorang penari lengger, serta bagaimana Rianto memaknai hidupnya sebagai penari lengger. Ia mengatakan, tak penting membedakan apakah seorang lengger itu laki-laki atau perempuan.
3. Pertunjukan/ Calengsai (Calung, Lengger, Barongsai) & Rumah Lengger
Penampilan memukau juga dihadirkan Calengsai yang seolah menabrakkan kegarangan barongsai dengan gemulainya lengger. Rumah Lengger tampil pula membawakan gubahan pertunjukan mereka di pendhapa. Tampil lima penari lengger gemulai yang diiringi oleh kendangan rancak Sukendar. Seluruh pertunjukan diadakan di pendhapa sebab cuaca hujan hari itu.
Hari Ketiga
Di hari ketiga dan penutup, acara difokuskan pada proyeksi lengger di masa depan dan interpretasi lengger oleh generasi muda. Di hari ketiga ini, pengunjung diajak membayangkan rute seperti apa yang akan dilalui oleh para pelaku lengger di zaman yang bergerak semakin modern. Serta kemungkinan seperti apa yang juga tumbuh darinya.
1. Seminar/ Membingkai Masa Depan Lengger
Hadir Budiman Sudjatmiko - Politikus, akademisi, Rene Lysloff - Peneliti tradisi lengger. Acara digelar di Pendhapa Si Panji, membahas lengger di zaman modern. Rene Lysloff, yang sudah mencatat perjalanan lengger di pelosok Banyumas sejak tahun 1980-an menyatakan pentingnya pengolahan arsip lengger, sehingga publik tahu perkembangan sejarah dan apa saja yang bisa dilakukan ke depan.
Sementara Budiman Sudjatmiko berbicara soal lengger sebagai identitas Banyumas merupakan bagian dari identitas kultural Indonesia yang beragam. Untuk mempunyai karakter, sebuah bangsa harus mencari akar dan tradisinya, dan masyarakat Banyumas harus bangga punya tradisi lengger.
2. Pemutaran film/ Amongster: Voyage of Lengger - Zen Al Ansory
Film hybrid gabungan fiksi, dokumenter, serta dokumentasi karya ini diputar di ruang seminar. Film ini adalah bagian dari karya teranyar Otniel Tasman yang berjudul sama. Menghadirkan cerita autobiografi Otniel sebagai penari lengger, yang kemudian ia dekonstruksi di panggung dengan memadukan gerakan lengger dengan tampilan minimalis dan musik noise. Diskusi dengan sutradara lebih banyak membahas bagaimana relasi film dengan karya di atas panggung.
3. Pertunjukan/ Seblaka Sesutane & Otniel Dance Community (ODC)
Pertunjukan hari terakhir berlangsung meriah dan semarak. Seblaka Sesutane membuka pertunjukan dengan tarian menggoda lima penari lengger. “The Cosmos of Leng” adalah judul karya mereka.
Format pentas lengger klasik diotak-atik menjadi lebih interaktif dan ringan sehingga penonton hanyut dalam ritme yang mereka bawa.
Setelah maghrib, “Lengger Laut” dari ODC tampil meriah. Karya yang berangkat dari interpretasi Otniel Tasman terhadap hidup Dariah yang bagai ombak di lautan ini ditampilkan dalam dramaturgi apik. Melibatkan empat penari laki-laki yang disepanjang pertunjukan berinteraksi dengan Otniel dan kemudian bertransformasi jadi lengger perempuan.
Penonton menyaksikan tranformasi gender yang cair, interaksi yang seru, serta pemaknaan spiritual yang dalam dari lengger. Pentas ini juga jadi pentas paling ramai sepanjang gelaran JLF 2022.
Di hari ketiga, hadir pula Sutanto Mendut, budayawan sekaligus inisiator komunitas Lima Gunung yang tampil membawakan pidato kebudayaan diiringi musik dan tarian lengger. Sutanto Mendut bicara soal sejarah lengger dan desa. Ia menjelaskan bahwa selama ini pembacaan masyarakat kota soal desa sangat tipikal, dan tidak betul-betul mengerti konsep dan makna desa yang sesungguhnya. Sementara lengger adalah salah satu yang membuat desa itu sebuah desa yang autentik.
“Pameran kami bagi jadi dua, Dekade Lengger yang fokus pada arsip video lengger tiga periode, dan Pokok Tokoh Lengger yang membahas aktor-aktor di balik perkembangan lengger di Banyumas. Seru pamerannya, kami mendapat banyak respon mengejutkan dari pengunjung,” cerita Abdul Aziz Rasjid, kurator JLF 2022.
Selama tiga hari, pameran arsip diselenggarakan di dua tempat. Ruang video dan kandang jaran. Beberapa arsip, dalam bentuk foto, audio, juga video ditampilkan. Selama tiga hari itu pula, ruang pamer juga didatangi oleh pengunjung. Mereka juga bisa singgah ke Rumah Lengger, untuk cari tahu lebih dalam soal dokumentasi serta catatan mengenai lengger Banyumas. Di ruang arsip digital Dekade Lengger, penonton bisa menjajal teknologi VR yang akan membawa mereka ke pesta lengger tahun 1980-an.
Selama tiga hari pula, semarak Peken Dusun Lengger dimeriahkan oleh 15 tenant UMKM yang menjajakan aneka barang: dari makanan, dolanan anak, craft, minuman, merchandise, hingga tembakau lintingan.
Acara JLF 2022 diproyeksikan akan jadi agenda tahunan di Banyumas. JLF optimis bisa menghidupkan kembali semarak tradisi lengger yang memang jadi representasi paling tepat identitas kota Banyumas ini. Sampai jumpa tahun depan!
Editor : Arbi Anugrah