HUT Kemerdekaan RI ke 77 pada hari ini 17 Agustus 2022 diperingati atas rahmat Allah Ta'ala. Kondisi ini juga jangan dilupakan pengorbanan para pejuang, termasuk di dalamnya ulama yang menjadi pahlawan nasional.
Para ulama tersebut selain berdakwah mensyiarkan ajaran agama Islam, juga turut berjuang dalam upaya meraih kemerdekaan negeri. Berkat jasanya, sejumlah ulama pun dianugerahi gelar 'Pahlawan Nasional' oleh pemerintah.
Siapa sajakah sosok ulama pahlawan nasional tersebut? Berikut daftarnya, sebagaimana telah MNC Portal rangkum.
1. KH Hasyim Asy'ari
Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari adalah sosok ulama besar bangsa yang juga tokoh utama penggagas berdirinya organisasi NU pada 31 Januari 1926. KH Hasyim Asy'ari ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 17 November 1964 berkat jasanya yang sangat vital dalam melawan penjajah.
Banyak sekali jasa KH Hasyim Asy'ari untuk bangsa, salah satunya memutuskan NU untuk mengeluarkan resolusi Jihad Fi Sabilillah yang direkomendasikan untuk Pemerintah Republik Indonesia yang baru berdiri saat itu.
Jihad Fi Sabilillah adalah seruan untuk umat Islam dengan fatwa bahwa setiap orang dewasa yang berada dalam radius 90 kilometer dari medan pertempuran melawan penjajah, wajib ikut berperang.
Fatwa legendaris tersebut dikeluarkan pada 22 Oktober 1945. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai Hari Santri Nasional oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015.
Like father like son adalah ungkapan yang sangat tepat menggambarkan sosok KH Abdul Wahid Hasyim yang merupakan putra dari Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari.
Seperti ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim turut berjuang dalam usaha meraih kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Di Pondok Pesantren Tebuireng, ayah dari presiden keempat Republik Indonesia KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut memelopori masuknya ilmu pengetahuan umum ke dunia pesantren dengan mendirikan Madrasah Nizamiyah dengan komposisi ilmu umum 70 persen, ilmu agama 30 persen. Ia ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 17 November 1960
3. KH Wahab Chasbullah
Bersama dengan KH Hasyim Asy'ari dan sejumlah ulama lainnya, KH Abdul Wahab Chasbullah merupakan salah seorang pendiri NU. Sebelumnya, beliau merupakan pendiri kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran), pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri), pendiri Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang).
Sejak 1924, kiai asal Jombang tersebut mengusulkan agar dibentuk perhimpunan ulama untuk melindungi kepentingan kaum tradisionalis yang bermazhab. Usulannya terwujud dengan mendirikan NU pada 1926 bersama kiai-kiai lain.
Ia juga salah seorang penggagas Majelis Islam A'la Indonesia alias MIAI yang menjadi wadah pemersatu ormas-ormas Islam di masa Pergerakan Nasional dalam menghadapi politik adu domba pemerintah Hindia-Belanda.
KH Wahab Chasbullah juga pernah menjadi Rais ‘Aam PBNU. Adapun kiai yang wafat pada 29 Desember 1971 itu mendapatkan gelar pahlawan pada 8 November 2014.
4. KH Abdul Chalim
Kiai yang juga dikenal dengan nama Abdul Halim Majalengka karena terdapat sosok bernama serupa yakni mantan Perdana Menteri Abdul Halim adalah sosok ulama yang lahir di Desa Ciborelang, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, 26 Juni 1887.
KH Abdul Chalim ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono Nomor: 041/TK/Tahun 2008 tanggal 6 November 2008.
Jasanya sangat besar terutama dalam bidang pendidikan dan pemberdayaan masyarakat. Semasa hidupnya, KH Abdul Chalim mendirikan berbagai lembaga dan ormas seperti Hayatul Qulub hingga Perserikatan Ulama Indonesia/Persatuan Umat Islam (PUI) yang berfokus terhadap pengembangan pengetahuan dan pengajaran agama Islam hingga meningkatkan pertanian, perdagangan dan perekonomian lainnya.
Selain itu, kiai yang meninggal di usia ke-74 tersebut juga aktif berpolitik. Selama masa pra-kemerdekaan, KH Abdul Chalim menjadi salah satu tokoh yang menuntut pembubaran Negara Pasundan bentukan Belanda. Beliau juga pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat pada periode tahun 1950-an.
5. KH As'ad Syamsul Arifin
Selain melalui jalur pendidikan dan dakwah, para ulama di zaman dahulu juga tak jarang yang terjun langsung ke medan perang dalam perjuangan melawan penjajah.
Salah satu ulama yang turut berperang tersebut adalah KH As’ad Syamsul Arifin. Ia menjadi pemimpin para pejuang di Situbondo, Jember, maupun Bondowoso, Jawa Timur. Di masa revolusi fisik, Kiai As'ad menjadi motor yang menggerakkan massa dalam pertempuran melawan penjajah pada 10 November 1945.
Selepas kemerdekaan, Kiai As'ad adalah penggerak ekonomi-sosial masyarakat. Ia menyerap aspirasi dari warga kemudian mendorong pemerintah daerah, menteri, maupun presiden guna mewujudkan pembangunan yang merata.
Kiai As'ad juga merupakan salah satu sosok yang berperan menjelaskan kedudukan Pancasila tidak akan mengganggu nilai-nilai keislaman saat terjadi pro-kontra penggantian naskah yang terdapat pada sila pertama Piagam Jakarta. Atas jasa-jasanya tersebut, ia mendapat anugerah Pahlawan Nasional pada 9 November 2016.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta