PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id- Kasus bullying atau perundungan semakin hari semakin sering terjadi. Kemajuan teknologi informasi seakan justru membuat tindakan bullying semakin mudah.
Dosen Program Studi PG PAUD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Melati Ismi Hapsari SPsi MPsi mengatakan ada banyak faktor yang membuat semakin maraknya perundungan.
Faktor pertama, menurut dia, bisa jadi merupakan fenomena copycat. Kasus yang diberitakan berulang ini tanpa disadari akan membuat anak meniru dan melakukan hal serupa.
"Meskipun begitu pasti tetap ada motif psikologis di baliknya. Tidak mungkin pelaku melakukan copy cat jika ia tidak ada masalah. Biasanya ada dorongan laten yang tersembunyi akibat trauma kekerasan atau kemarahan di masa lalu, terutama di early life-nya," kata dia.
Fenomena ini menurutnya seperti laiknya fenomena gunung es. Kasus yang terlaporkan jauh lebih sedikit daripada kasus yang belum dilaporkan.
Di era kemajuan teknologi, anak-anak dapat dengan mudah mengakses informasi melalui gadget masing-masing. Kondisi ini seharusnya menjadikan orangtua dan guru lebih dekat dengan anak, mendampingi dan memantau tumbuh kembangnya di tengah semakin mudahnya akses teknologi.
Kendati demikian, menurut Melati, tetap ada cara mencegah terjadinya perundungan. Di sini peran orangtua dan guru sangat besar, antara mencegah anak menjadi korban dan mencegah anak menjadi pelaku perundungan.
"Anak butuh didengarkan. Seringkali kita sebagai orang dewasa mengabaikan suara mereka. Pola pengasuhan baik di dalam rumah atau di luar rumah terutama di sekolah masih lebih banyak top down. Meskipun anak tetap membutuhkan otorisasi atau kewenangan orangtua atau guru, namun jangan sampai kita lupa bahwa anak memiliki ide, pendapat, persepsi, yang perlu untuk kita dengarkan dan kita hargai," katanya.
Kedua, orangtua harus lebih peka dan responsif. Perundungan biasanya tidak terjadi hanya satu kali, anak yang menjadi korban biasanya sudah beberapa kali mengalami hal serupa.
"Biasanya hal ini disebabkan anak tidak terbiasa bercerita atau berpendapat, sehingga bahkan untuk memahami isi pikirannya sendiri pun mereka mengalami kesulitan," jelasnya.
Ketiga, terapkan disiplin positif. Perlu menerapkan aturan yang konkret di rumah dan di sekolah, yang dapat dipahami dengan mudah oleh anak, lengkap dengan penerapan konsekuensi yang konsisten, yang didiskusikan dan disepakati dengan anak di awal.
Kemudian latih dan biasakan keterampilan asertif. Anak perlu diajarkan menyampaikan pendapatnya secara tepat dan kuat, aktif tidak pasif, namun tanpa harus menyakiti orang lain atau tanpa menggunakan cara-cara kekerasan.
Selain itu, perlu kerja sama aktif antara orangtua, guru, dan masyarakat dengan stakeholder. Melati mengatakan, seorang anak bisa menjadi pelaku perundungan biasanya karena adanya trauma masa lalu terkait dengan pengalaman kekerasan yang pernah diterima terutama di masa kecil atau early life nya.
Editor : Alfiatin