GHIBAH adalah perbuatan buruk harus dihindari kaum Muslimin. Namun, sayangnya ghibah seolah dianggap hal biasa saja. Tentu ini harus segera diperbaiki agar tidak dijatuhi azab oleh Allah Subhanahu wa ta'ala akibat perbuatan ghibah tersebut.
Gosip atau ghibah termasuk perbuatan yang dilarang Allah Azza wa Jalla karena tidak ada nilai manfaat dan akan menimbulkan fitnah.
Sebab biasanya berghibah itu membicarakan keburukan orang lain yang belum tentu benar. Bahkan, sekaligus ditambahkannya persepsi dari si penggosip dengan sikap hati yang salah.
Dalam penjelasan Alquran, mencari-cari kesalahan orang lain disebut dengan istilah tajassasu (tajassus). Membuka aib saudara Muslim dan tajassus ini merupakan penyakit hati yang menyertai hasad dan iri dengki. Jika penyakit ini makin dibiarkan akan timbul buruk sangka dan tergolong sifat yang amat dibenci Allah Subhanahu wa ta'ala dan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam.
"Orang seperti ini habis amalnya," ucap pendakwah asal Sulawesi Selatan Ustadz Das'ad Latif dalam tausiyahnya, seperti dikutip dari kanal YouTube-nya Das’ad Latif.
Dalam riwayat hadis dari Abu Bakrah ia berkata: "Aku berjalan bersama Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam hingga melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda: 'Siapakah yang dapat mengambilkan untukku pelepah kurma?' Aku pun dapat mendahului laki-laki lain dengan membawa pelepah tersebut, lalu kami memberikannya kepada beliau, beliau membelahnya menjadi dua, dan meletakkannya masing-masing kuburan tersebut satu-satu, sambil bersabda: '(Semoga) ia diringankan (siksanya) selagi pelepah tersebut masih basah.' Kemudian beliau melanjutkan sabdanya: 'Sesungguhnya keduanya sedang disiksa lantaran ghibah dan (tidak bersuci dari) kencing'." (HR Ahmad)
Dalam hadis lainnya, dari Jabir bin 'Abdillah radhiyallahu 'anhu diriwayatkan bahwasanya ia berkata: "Ketika kami sedang bersama Nabi Shallallahu alaihi wassallam, tiba-tiba tercium bau busuk. Maka Rasulullah bersabda: 'Tahukah kalian bau apa ini? Ini adalah bau orang-orang yang mengghibah (membicarakan kejelekan) kaum mukminin'."
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta