Namun, wartawan ini dalam kasus GRO malah ada upaya menghalang-halangi sesama rekan jurnalis untuk meliput kasus tersebut.
Dalihnya, Kapolrestabes Semarang akan merilis kasus tersebut tetapi selepas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Di dalam Pasal 18 UU Pers sudah sangat jelas tertulis Setiap orang yang dengan sengaja menghambat kerja pers secara melawan hukum dapat dipidana dengan penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
"Mirisnya, potensi pelanggaran ini malah dilakukan oleh wartawan itu sendiri," ungkap Aris.
Selain itu, upaya intervensi wartawan terhadap kasus GRO tidak sesuai dengan kode etik AJI meliputi jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Jurnalis memberikan tempat bagi pihak yang tidak memiliki kemampuan dan kesempatan untuk menyuarakan pendapat mereka.
Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
"Sikap dari wartawan itu sangat jauh dari tanggung jawabnya sebagai seorang wartawan," ujar Aris.
Menurut Aris, kasus ini menjadi tamparan keras bagi wajah jurnalisme di Semarang.
Untuk itu, dia menekankan agar jurnalis memiliki prinsip keberpihakan kepada publik, kebenaran, dan keadilan. Tugas jurnalis juga sudah diikat dalam UU Pers dan Kode Etik sehingga jurnalis diminta supaya menaati rambu-rambu tersebut. "Wartawan bukan Humas Polri," tandasnya.
Editor : Aryo Arbi