get app
inews
Aa Text
Read Next : Begini Tanggapan Mensos Soal Pro-Kontra Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto

Pahlawan Nasional: Refleksi Masa Lalu untuk Arah Bangsa

Sabtu, 26 April 2025 | 11:20 WIB
header img
Ilham Alhamdi, Mahasiswa HTN (Hukum Tata Negara) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto. Foto: Dok Pribadi

Forum publik yang terbuka dan inklusif menjadi sangat penting baik dalam bentuk sidang terbuka, komisi rekonsiliasi, atau ruang diskusi sejarah yang mempertemukan berbagai pihak: akademisi, korban, keluarga tokoh, dan publik luas. Melalui cara inilah, bangsa bisa berdamai dengan masa lalu tanpa menutupinya.

Dalam proses ini, negara berperan bukan hanya sebagai pemberi gelar, tetapi sebagai pengelola memori kolektif. Tanpa transparansi, keputusan semacam ini berisiko disalahartikan sebagai bentuk manipulasi sejarah demi kepentingan politik sesaat.

Bukan berarti tokoh dengan latar belakang kontroversial otomatis tertolak dari penghargaan negara. Namun dalam kerangka keadilan transisional, setiap pengakuan harus dibarengi dengan jaminan bahwa suara para korban juga telah mendapat tempat yang setara. Tanpa itu, penghargaan bisa menjadi luka baru bagi mereka yang belum mendapat keadilan.

Pahlawan sejati semestinya mencerminkan nilai-nilai luhur dalam konstitusi: kemanusiaan, keadilan, dan keberagaman. Gelar pahlawan bukan semata tentang capaian, tapi tentang karakter dan keteladanan yang melintasi zaman.

Gelar pahlawan seharusnya lahir dari keberanian moral untuk memilih siapa yang pantas menjadi teladan bagi generasi yang akan datang.

Kini saatnya membedakan antara jasa monumental dan warisan kekuasaan yang menyisakan luka. Banyak tokoh menyimpan jasa besar, namun juga sisi kelam yang tak bisa disangkal. Di sinilah urgensi pendekatan sejarah yang menyeluruh, tidak hanya berfokus pada aspek administratif, tapi juga pada narasi yang mengedepankan kejujuran.

Kementerian Sosial perlu membuka ruang kolaboratif yang melibatkan berbagai disiplin ilmu dan kelompok masyarakat. Karena setiap gelar yang diberikan, sejatinya, adalah pernyataan politik dan moral atas nilai-nilai yang ingin dijaga bangsa ini ke depan.

Menolak atau menerima figur seperti Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah ujian kedewasaan bangsa dalam menafsirkan sejarahnya sendiri. Jika kita ingin menjadi bangsa yang damai, maka langkah pertama adalah keberanian untuk menghadapi masa lalu secara terbuka bukan dengan melupakannya, tapi dengan mengakuinya.

Penulis:

Ilham Alhamdi, Mahasiswa HTN (Hukum Tata Negara) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Editor : Arbi Anugrah

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut