Salah seorang ulama Syafi’iyah, Ibnu Qasim Al-Ghozzi berkata bahwa zakat fitrah itu berupa satu sho’ dari makanan pokok di negeri tersebut. Jika ada beberapa makanan pokok, maka diambil makanan yang lebih dominan dikonsumsi. Jika seseorang berapa di badiyah (bukan menetap di suatu negeri), maka zakat fitrah yang dikeluarkan adalah dari makanan yang dekat dengan negerinya. Siapa yang tidak memiliki satu sho’ makanan, yang ada hanyalah setengah sho’, maka hendaklah ia keluarkan dengan sebagian tersebut. (Fath Al-Qarib, hlm. 235).
Imam Nawawi juga berkata bahwa zakat fitrah itu berupa satu sho’ makanan … Jenisnya adalah dari makanan pokok, begitu pula bisa dengan keju menurut pendapat terkuat. Wajib yang dikeluarkan adalah makanan pokok dari makanan negeri. (Minhaj Ath-Thalibin, 1: 400)
Dalam Kifayatul Akhyar (hal. 239) juga disebutkan bahwa zakat fitrah dikeluarkan dari makanan pokok dari negeri.
Adapun jenis makanan pokok misalkan di negeri ini dengan beras, bagaimanakah jenis berasnya? Apakah harus dengan jenis beras yang dimakan? Misalnya, yang biasa makan dengan beras merah, apakah zakat fitrahnya juga harus dengan beras merah?
Syaikh As-Sa’di sudah menjawab hal ini ketika membahas masalah zakat. Beliau berkata, “Wajib mengeluarkan zakat dari harta pertengahan. Tidak sah jika mengeluarkan dari harta yang paling jelek. Kalau mengeluarkan dengan yang lebih bagus, itu terserah dari pemilik harta.” (Manhaj As-Salikin, hlm. 106)
Jadi bukanlah syarat mengeluarkan zakat fitrah dari beras yang biasa dimakan. Yang penting dikeluarkan dari beras yang standar di masyarakat, yang penting tidak terlalu jelek (kualitas rendah). Adapun jika mengeluarkan zakat fitrah dari beras yang bagus, itu terserah dari yang punya harta.
Wallahu a’lam. Wallahu waliyyut taufiq.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar