Dalam legenda tersebut, Kartisara mengusulkan nama Purwakerta. Kartisara sendiri memiliki seorang putra bernama Kendang Gemulung yang memiliki peguron (yang berarti tempat berguru). Lama kelamaan kata peguron berubah menjadi Peguwon. Namun, Sugeng Priyadi menilai bahwa penafsiran legenda tersebut kurang memahami bahwa di Banyumas terdapat kerajaan bawahan Majapahit, yakni Paguwan atau Peguwon yang dalam teks-teks Babad Banyumas disebut kadipaten Wirasaba.
Selanjutnya, penamaan Purwokerto diambil dari peninggalan sejarah berupa gugusan batu yang diberi nama “Makam Astana Dhuwur Mbah Karta” di Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto Timur. Gugusan batu itu merupakan reruntuhan bangunan candi yang dimanfaatkan untuk pembangunan bendungan Sungai Pelus.
Masyarakat sekitar juga meyakini bahwa bangunan itu merupakan warisan dari kerajaan Pasirluhur. Kata “Karta” pada Mbah Karta dan “Karti” pada Kiai Kartisura memiliki arti yang sama dengan kata kerta.
Selain itu, ada pula cerita yang menyebutkan bahwa penamaan Purwokerto diambil dari perpaduan dua nama tempat bersejarah di Purwokerto, yakni ibu kota Pasir (Kertawibawa) dan kerajaan di tepi Sungai Serayu (Purwacarita).
Bagi orang-orang pedesaan Banyumas di sebelah selatan Serayu, kata Purwakerta lebih akrab dibaca Puraketa, Praketa, atau Prakerta. Jadi, dari situ dapat disimpulkan bahwa penyebutan nama Purwokerto sebenarnya merupakan sebuah kecelakaan dan keterpaksaan, karena terdapat pula nama sebuah kota di Jawa Barat (Purwakarta). Kendati demikian, perihal penyebutan tersebut tidak akan mengubah fakta sejarah bahwa kota Purwokerto itu sendiri.
Editor : Arbi Anugrah