Menari yang di mata orang-orang adalah kegiatan yang identik dengan kaum haw aitu seakan tertanam menjadi sebuah dogma di tengah masyarakat. Tentu saja, hal itu tak menyurutkan tekad pria yang berhasil menyelesaikan pendidikannya hingga perguruan tinggi di Sekolah Tinggi Seni Indonesia atau yang sekarang disebut Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.
“Seorang laki-laki menari itu dianggapnya banci. Itu sering saya alami ketika masih kecil, tetapi saya ingin menunjukkan dari apa yang dikatakan oleh mereka dengan prestasi dan saya fokus pada dunia tari. Ternyata, dari tari itu bisa menghidupi kehidupan saya. Dari yang mungkin ekonomi kecil atau dari desa bisa menjelajah dunia. Jadi, saya ingin menunjukkan bahwa tari adalah sebuah perjalanan kehidupan yang sebenarnya adalah untuk beribadah, membuat orang jadi bahagia, membuat orang jadi senang, membuat orang yang tadinya berpikir tidak baik menjadi baik, dan sebagainya,” ungkap pria yang berhasil mendirikan sanggar tari di Jepang, Dewandaru Dance Company.
Editor : Arbi Anugrah