Kemudian, Rianto juga mengisahkan awal mula dirinya bersinggungan dengan dunia tari, terutama dalam kesenian Lengger. Ia mengaku bahwa sejak kecil, jiwa penari dirasakannya telah merasuk ke dalam tubuhnya. Tak hanya itu, ternyata ia juga memiliki sebuah tanda biru di keningnya saat lahir. Hal itu kemudian membuat ibunya membawa Rianto kecil ke sebuah pertunjukkan Lengger.
“Latar belakang keluarga saya sebenarnya bukan penari ataupun seniman. Cuma saya percaya dengan adanya blessing (berkat), kepercayaan Lengger yang mendoakan waktu saya masih kecil itu merasuk dalam tubuh saya, sehingga mungkin saya sejak kecil sudah suka dengan tari, musik, seperti itu. Sejak kecil sampai sekarang, hidup saya, saya dedikasikan untuk menari, karena bagi saya menari adalah sebuah perjalanan ibadah,” tuturnya pada iNewsPurwokerto.id beberapa waktu lalu.
Dalam mengekspresikan dirinya lewat tarian, Rianto memiliki sebuah keyakinan filosofis yang mendalam. Seperti yang diketahui banyak orang, di setiap pertunjukkannya, Rianto mampu menghadirkan dua persona yang berbeda dalam satu tubuh.
Ia dapat megerakkan tubuhnya secara lemah gemulai layaknya seorang penari wanita, sekaligus ia juga dapat membawakan gerak tegas nan perkasa layaknya seorang penari pria. Apa yang hendak ditampilkannya adalah sebuah kejujuran tubuh yang terbuka sekaligus bersatu dengan alam.
“Sebuah penyatuan antara tubuh dengan alam, kemudian sebuah tubuh yang jujur di atas panggung. Ketika mengekspresikan itu mencoba untuk tidak berpura-pura. Apa yang saya miliki dalam berekspresi itu lewat tari, di situ lebih melebur/nyawiji antara tubuh dengan alam,” jelasnya sembari melenggakkan tangannya dengan lentur.
Apa yang telah dilalui oleh Rianto bukanlah sebuah perjalanan yang mudah, melainkan sebuah jalan terjal nan berbatu. Di tengah masyarakat yang lebih suka membuka mulut ketimbang memasang kedua telinganya dan berusaha memahami apa yang terjadi, pilihan Rianto untuk menjadi seorang penari sejak kecil sudah dianggap nyeleneh.
Editor : Arbi Anugrah