“Istilah moderatisme itu dipilih di antara istilah yang selama sekian lama menjadi diskursus di ruang public Ketika orang bicara mengenai radikalisme dan deradikalisasi. Yang sejak awal Muhammadiyah menyampaikan ketidaksetujuannya dengan dua istilah itu, karena persoalan yang berkaitan dengan problem definision, dan juga persoalan yang berkaitan dengan bagaimana kemudian Ketika itu dilakukan sebagai sebuah gerakan dan pengambilan kebijakan,”jelas dia.
Sementara Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Imam Syafei mengatakan, Indonesia merupakan negara yang bermasyarakat religius dan mejemuk. Meski bukan negara agama, masyarakat lekat dengan kehidupan beragama dan kemerdekaan beragama dijamin oleh konstitusi.
Menjaga keseimbangan antara hak beragama dan dan komitmen kebangsaan menjadi tantangan bagi setiap warga negara. “Terdapat tiga tantangan dalam mewujudkan moderasi beragama ini. Pertama, berkembangnya klaim kebenaran subyektif dan pemaksaan kehendak. Kedua, berkembangnya cara pandangan, sikap, dan praktik beragama yang berlebihan atau ekstrem. Dan ketiga, berkembangnya semangat beragama yang tidak selaras dengan kecintaan berbangsa dalam bingkai NKRI,”katanya.
Syafei mengatakan bahwa dalam menghadapi ketiga tantangan di atas, maka dibutuhkan beberapa langkah. Seperti memperkuat esensi ajaran agama dalam kehidupan masyarakat, mengelola tafsir keagamaan dengan mencerdaskan kehidupan keberagamaan, dan merawat keindonesiaan.
Moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dan komitmen berbangsa. Di Indonesia, beragama pada hakikatnya adalah berindonesia dan berindonesia itu pada hakikatnya adalah beragama.
Moderasi beragama menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan kehidupan beragama dan berbangsa yang harmonis, damai, dan toleran sehingga Indonesia maju. Moderasi beragama juga sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Sementara Wakil Rektor III UMP Ahmad Darmawan mengatakan radikalisme dan ekstrimis biasanya ditujukan pada salah satu agama tertentu saja. Padahal, moderasi untuk semua umat beragama supaya tidak mengarah ke ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. “Sehingga Ahmad Darmawan memandang perlu dalam prespektif dakwah harus menguatkan agamanya, di jamaahnya masing-masing, baik secara akidah maupun akhlak dan perilaku, supaya tidak menyalahkan yang lain,”tegasnya.
Editor : EldeJoyosemito
Artikel Terkait