Eyang Gito menjelaskan, setelah dipastikan bahwa itu adalah pohon tembaga, Adipati Wargo Utomo ke II bersama dengan rakyatnya kemudian berkumpul secara bersama-sama untuk babad tempat tersebut.
"Lumpur rawanya dibuang, dikeringkan. Pohon-pohon yang ada ditebangi semuanya, kecuali pohon yang ditunjuk tadi (pohon tembaga)," ucapnya.
Pada tahun 1571, pembabatan hutan selesai dilakukan di wilayah yang semula rawa menjadi tanah yang kering dan dapat dihuni. Sebagai wilayah di bawah Kesultanan Pajang, Adipati Wargo Utomo ke II melaporkan hal tersebut kepada Pajang, dan Kadipaten Banyumas didirikan pada kala itu.
"Setelah Adipati wargo Utomo ke II dinobatkan dan mendapatkan wangsit, untuk membuka tempat baru yang ada pohon tembaganya (asal usul kadipaten Banyumas). Jadi kerajaan, karena Adipati itu raja dan punya angkatan perang serta punya Patih juga," ujarnya.
Hingga saat ini, pohon tembaga masih tegak berdiri di Desa Pekunden, Kecamatan Banyumas sebagai indentitas asal usul hari jadi Kabupaten Banyumas. Pohon tembaga tak berubah sedikitpun, baik tinggi maupun bentuknya dan berdiri kokoh bersebalahan dengan pohon nagasari.
Akan tetapi, saat musim kemarau tiba, pohon tembaga yang memiliki diameter 30 centimeter dengan tinggi lebih dari 10 meter ini akan berubah warna menjadi kuning, daunnya akan rontok hingga menyerupai kayu bakar, tapi akan kembali tumbuh ketika musim hujan. Pohon tembaga juga tak pernah berbunga, dan tidak memiliki biji serta tak dapat dibudidayakan, sehingga Pemerintah menyatakan bahwa pohon tembaga adalah pohon langka dan bersejarah yang dilindungi undang-undang.
Sejarawan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Prof. Dr. Sugeng Priyadi, M.Hum mengatakan jika pohon tembaga masuk dalam kisah babad Banyumas.
Prof Sugeng yang ikut melakukan penelitian tentang sejarah babad Banyumas ini mengungkapkan jika Adipati Mrapat memang mendapatkan semacam petunjuk gaib. Apabila ingin agar dia dan keluarganya, serta anak keturunannya tetap berkuasa di Banyumas, maka harus membuka hutan di sebelah barat laut desa Kejawar.
Itulah awal kota yang baru yang disebut Kadipaten Banyumas kala itu. "Di situ disebut, bukalah tempat yang dikatakan benering kayu tembogo, jadi kayu tembogo itu disebelah Selatan sungai Pasinggangan lurus ke Utara, di mana Adipati Mrapat saat itu membuka ibukota baru. Pohon tembaga pertanda kota baru yang dibuka oleh Adipati Mrapat," ujar Sugeng.
Sugeng menyatakan bahwa pohon tembaga merupakan tanaman langka, karena hanya ada satu-satunya di Indonesia dan tidak dapat dikembangkan. Jika pun ada, jenisnya akan berbeda. Hal ini didasarkan pada penelitian ahli botani yang mengungkapkan sejarah dan asal usul Banyumas terkait pohon tembaga.
"Umurnya ya sudah tua (pohon tembaga), saya kira kalau 1571 sudah ada, ya sekarang sesuai dengan umur Kabupaten Banyumas," ucapnya.
Editor : Arbi Anugrah
Artikel Terkait