MABES Polri dikepung Resimen Pelopor Brimob. Seluruh akses menuju Mabes Polri ditutup. Pengepungan dipimpin Wakil Komandan Resimen Pelopor Brimob AKBP Soetrisno Ilham.
Peristiwa ini terjadi pada era 1968 saat itu Soetrisno Ilham memimpin langsung pengepungan Mabak (Mabes) Polri dengan membawa seluruh anggota Pelopor menggunakan truk. Mereka hanya minta satu tuntutan saja.
Tuntutan itu yakni Surat Keputusan (SK) penggantian Komandan Resimen Pelopor Brimob Kombes Pol Anton Soedjarwo dicabut atau mereka akan terus mengepung Mabes Polri hingga batas waktu tidak ditentukan. Pergantian Anton Soedjarwo pada tahun 1968 menyebabkan kecurigaan.
Berbagai pihak mencurigai adanya maksud-maksud tertentu yang melatarbelakangi pergantian tersebut. Karena pucuk pimpinan Brimob diganti memicu pengepungan Mabes Polri.
Diceritakan dalam buku Resimen Pelopor (Edisi Revisi), Pasukan Elite Yang Terlupakan, penulis Anton Agus Setyawan dan Andi M Darlis, Januari 2013, setibanya di Mabes AKBP Soetrisno Ilham langsung memerintahkan pasukannya menutup seluruh akses menuju Mabes Polri.
Dia juga menempatkan penembak jitu atau sniper di beberapa titik strategis kemudian memerintahkan mereka melepaskan tembakan peringatan kepada siapa pun yang keluar dari Mabes Polri, termasuk Kapolri Jenderal Pol Soetjipto Joedodihardjo.
Suasana di Mabes Polri begitu mencekam. Beberapa kali pasukan Pelopor melepaskan tembakan peringatan ketika ada perwira Polri yang nekat keluar dari kompleks Mabes. Untuk mencegah konflik yang lebih besar, Mabes Polri akhirnya memenuhi tuntutan tersebut.
Terlebih dalam situasi politik yang tidak menentu, konflik antaranggota Polri akan berakibat sangat tidak menguntungkan bagi institusi Polri.
Buntut pengepungan Pelopor Brimob yakni mundurnya Kapolri Jenderal Pol Soetjipto Joedodihardjo. Sementara, bagi personel Resimen Pelopor, peristiwa pengepungan membawa efek yang tidak menguntungkan jika ditimbang secara politis.
Mundurnya Kapolri Soetjipto setelah pengepungan Brimob merupakan akumulasi dari ketidakpuasan terhadap kepemimpinan Soetjipto sejak paruh kedua tahun 1967.
Kapolri Soetjipto menjabat mulai 9 Mei 1965-15 Mei 1968. Jika dirunut ternyata konflik di kalangan jenderal Polri tidak terlepas dari kisruh politik pasca Gerakan 30 September yang memecah TNI dan Polri menjadi dua kubu yakni pro Soekarno dan pro Orde Baru.
Sebenarnya dalam tubuh Polri tidak terjadi gejolak yang berarti. Tekanan justru datang dari pihak luar yang menghendaki Polri dibersihkan dari para pendukung Soekarno. Dan, salah satu sasaran pembersihan adalah Komandan Resimen Pelopor Brimob Kombes Pol Anton Soedjarwo yang dianggap pendukung Soekarno.
Sekadar mengingatkan, pada periode 4 Desember 1982-6 Juni 1986 Jenderal Polisi Anton Soedjarwo menjabat Kapolri.
Lihat Juga: Kisah Komandan Brimob Kepung Mabes Polri Berbuntut Kapolri Soetjipto Mundur
Editor : Vitrianda Hilba Siregar
Artikel Terkait