Pada saat puncak kemarau, memang umumnya suhu udara lebih dingin dan permukaan bumi lebih kering. Pada kondisi demikian, panas matahari akan lebih banyak terbuang dan hilang ke angkasa.
“Itu yang menyebabkan suhu udara musim kemarau lebih dingin daripada suhu udara musim hujan. Selain itu kandungan air di dalam tanah menipis dan uap air di udara pun sangat sedikit jumlahnya yang dibuktikan dengan rendahnya kelembaban udara,”jelas Sutikno.
Pada kondisi puncak kemarau saat ini di Jawa, beberapa tempat yang berada pada ketinggian, terutama di daerah pegunungan, diindikasikan akan berpeluang untuk mengalami kondisi udara permukaan kurang dari titik beku 0 derajat Celsius.
Hal itu, disebabkan molekul udara di daerah pegunungan lebih renggang dari pada dataran rendah sehingga sangat cepat mengalami pendinginan, lebih lebih pada saat cuaca cerah tidak tertutup awan atau hujan. Uap air di udara akan mengalami kondensasi pada malam hari dan kemudian mengembun untuk menempel jatuh di tanah, dedaunan atau rumput.
Air embun yang menempel di pucuk daun atau rumput akan segera membeku yang disebabkan karena suhu udara yang sangat dingin, ketika mencapai minus atau nol derajat, sehingga terjadilah embun upas/embun beku di daerah tersebut.
Di Indonesia, beberapa tempat pernah dilaporkan mengalami fenomena ini, yaitu daerah dataran tinggi Dieng, Gunung Semeru dan pegunungan Jayawijaya, Papua.
Editor : EldeJoyosemito