JAKARTA, iNews.id - Janda adalah status yang disematkan pada seorang wanita yang telah bercerai ataupun ditinggal mati pasangannya. Menafkahi seorang janda memang memiliki ganjaran pahala yang telah dijanjikan Allah Ta'ala.
Meski demikian, perlu dicatat jika ada perbedaan yang sangat jelas antara menafkahi janda dan menikah dengan janda.
Ustadz Ammi Nur Baits selaku Dewan Pembina Konsultasisyariah menjelaskan:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Orang yang berusaha memenuhi kebutuhan janda dan orang miskin, pahalanya seperti mujahid fi Sabilillah atau seperti orang yang rajin puasa di siang hari dan rajin tahajud di malam hari." (HR. Bukhari 6006 & Muslim 7659)
Dikutip dari laman Konsultasisyariah disebutkan, pahala yang luar biasa, dan kesempatan bagi siapapun yang saat ini bercita-cita ingin mendapatkan pahala jihad. Semoga bisa dikumpulkan bersama para mujahidin.
Ibnu Batthal dalam syarh Shahih Bukhari mengatakan:
"Siapa yang tidak mampu berjihad di jalan Allah, tidak mampu rajin tahajud atau puasa di siang hari, hendaknya dia praktekkan hadis ini. Berusaha memenuhi kebutuhan hidup janda dan orang miskin, agar kelak di hari kiamat dikumpulkan bersama para mujahidin fi Sabilillah. Tanpa harus melangkah di medan jihad atau mengeluarkan biaya, atau berhadapan dengan musuh. Atau agar dikumpulkan bersama orang yang rajin puasa dan tahajud." (Syarh Shahih Bukhari – Ibnu Batthal).
Bagaimana makna menafkahi janda?
Hadis di atas memotivasi untuk menafkahi janda, bukan menikahi janda. Meskipun bisa juga amal baik seorang lelaki ditunjukkan dalam bentuk menikahi janda. Dan jika janda ini dinikahi maka statusnya bukan lagi janda.
Akan tetapi hadis ini menganjurkan untuk memenuhi kebutuhan janda. Terutama janda tua yang tidak memiliki keluarga yang bisa memenuhi kebutuhannya.
An-Nawawi mengatakan:
"Yang dimaksud “berusaha memenuhi nafkah” artinya bekerja untuk memenuhi kebutuhan nafkah janda." (Syarh Shahih Muslim, 18/112) Allahu a’lam.
Editor : Arbi Anugrah