BUNUH diri sangat dilarang Islam karena cara ini adalah bentuk putus asa. Bunuh diri juga salah satu dosa besar yang pelakunya diancam azab di akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تُلْقُواْ بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”(QS. Al-Baqarah: 195)
Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu (alat), maka dia akan disiksa dengan alat tersebut pada hari kiamat.” (HR. Bukhari no. 6105 dan Muslim no. 101)
Sebelum adanya hukuman di akhirat, pelaku bunuh diri sudah dihinakan di dunia dengan tidak disholati jenazahnya oleh pemimpin kaum muslimin atau tokoh masyarakat setempat.
Ustaz M. Saifudin Hakim menebutkan dari sahabat Jabir bin Samurah Radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ
“Pernah didatangkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam jenazah seorang laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah. Tetapi, jenazah tersebut tidak disholatkan oleh beliau.”
(HR. Muslim no. 978)
Hadis di atas menunjukkan bahwa disyariatkan bagi seorang pemimpin (penguasa) kaum muslimin atau orang yang memiliki kedudukan (tokoh terpandang) di masyarakat untuk tidak mensholatkan orang yang mati bunuh diri.
Hal ini disebabkan maksiat yang telah dia kerjakan. Juga supaya orang lain (yang masih hidup) menjauhi perbuatan dosa besar tersebut.
Dzahir hadis ini menunjukkan bahwa hukum ini juga berlaku bagi orang selain pemimpin (misalnya, tokoh masyarakat). Mereka juga boleh tidak mensholatkan jenazah orang yang mati bunuh diri jika hal tersebut dinilai bisa sebagai bentuk peringatan bagi orang-orang yang masih hidup agar tidak melakukan hal serupa. (Lihat Majmu’ Al-Fataawa, 24: 290)
Melansir laman Muslim or id disebutkan, di dalam riwayat An-Nasa’i disebutkan,
أَمَّا أَنَا فَلَا أُصَلِّي عَلَيْهِ
“Adapun aku, maka aku tidak mensholatinya.”(HR. An-Nasa’i no. 1964, dinilai sahih oleh Al-Albani)
Lafaz dalam hadis di atas menunjukkan bahwa pada dasarnya, tetap diperbolehkan bagi seorang pemimpin jika ingin mensalati jenazah yang mati bunuh diri.
Hal ini karena dengan perbuatan bunuh diri tersebut, dia sangat membutuhkan dan masih berhak mendapatkan syafaat dan doa dari kaum muslimin yang mensalati jenazahnya.
Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan Hafizahullah menjelaskan,
“Apakah makna hadis ini menunjukkan bahwa pelaku bunuh diri tidak disalati sama sekali? Tidak. Akan tetapi, yang tidak mensalati adalah orang-orang yang memiliki keutamaan di tengah masyarakat.
Adapun kaum muslimin lainnya (baca: masyarakat biasa) tetap mensalatinya. Hal ini karena salat jenazah hukumnya wajib kifayah.
Adapun orang terpandang tidak perlu mensalati jenazahnya, hal ini sebagai bentuk peringatan agar manusia menjauhi perbuatan dosa yang jelek tersebut.
Sedangkan kaum muslimin yang lain tetap mensalati jenazahnya. Hal ini berdasarkan dalil-dalil umum yang menunjukkan bahwa kaum muslimin mensalati jenazah kaum muslimin yang lain jika meninggal atau terbunuh.”(Tashiilul Ilmaam, 3: 39)
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta