PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, saat ini Pemerintah tengah melihat dan mengkaji situasi untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Pasalnya naiknya harga energi di dunia masih bersifat dinamis, sehingga ia meminta masyarakat untuk bersabar.
"Masih wait n see, tapi kajian itu masih terus dilakukan, karena harga BBM itu naiknya dinamis, jadi kita bersabar," kata Moeldoko usai menjadi pembicara dalam kuliah umum bertajuk 'Indonesia dan Masa Depan Kaum Muda' di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jumat (2/9/2022).
Dia mengatakan jika pemerintah juga telah mengambil langkah-langkah yang diketahui oleh masyarakat. Dia menilai jika masyarakat sudah memahami kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengantisipasi naiknya harga BBM dengan mengeluarkan sejumlah subsidi yang nilainya cukup besar.
"Setidaknya masyarakat sudah memahami bahwa negara mengeluarkan sejumlah subsidi yang sangat besar, Rp502 triliun, itu sangat besar dan Alhamdulillah masyarakat memahami semua itu," ujarnya.
"Dan kalau nanti tidak ada upaya di naikkan (BBM), negara juga akan mengeluarkan kocek lagi Rp198 triliun. Jadi kurang lebih Rp700 triliun, maka saya rasa sudah memahami situasi yang kalau nanti pemerintah mengambil langkah ya memang sudah dipahami sepenuhnya oleh masyarakat," Jelasnya.
Meski demikian, saat disinggung terkait kapan BBM naik, Moeldoko menegaskan jika belum waktunya. Saat ini Pemerintah masih fokus pada alternatif-alternatif.
"Belum, kita tidak berbicara waktu, tapi berbicara alternatif-alternatif," tegasnya.
Termasuk apakah BBM naik tahun ini? "Mudah mudahan tidak ya (naik tahun ini)," lanjutnya.
Dia juga mengungkapkan jika ada beberapa pertimbangan Pemerintah terkait BBM. Diantaranya inflasi dan ketersediaan.
"Yang pertama inflasi, Presiden menghitung betul, kalau dinaikkan sekian, nanti inflasinya sekian, karena inflasi ini akan menganggu," ungkapnya.
"Berikutnya, pertimbangan yang lain itu pertimbangan ketersediaan. Karena dunia saat ini juga menghadapi masalah ketersediaan, jadi ini juga dipikirkan. Maka ada juga alternatif pembatasan, karena memang hal-hal yang seperti itu harus dipikirkan oleh negara," ujarnya.
Editor : Arbi Anugrah