"Sementara di data kami kasus perempuan itu hanya di Jombang 25 dengan kasus di Cimahi waktu itu adalah 7 Jadi totalnya sekitar 30, lebih banyak anak laki-laki, mungkin ini tidak menggambarkan Indonesia, maksudnya tidak seluruh wilayah, karena tidak semua tempat juga bisa kami datangi atau bisa kami awasi," imbuhnya.
Lalu pada 2019, Retno melanjutkan, anak perempuan lebih banyak daripada anak laki-laki jadi anak laki-laki sekitar 52 sementara anak perempuan angkanya diatas 100.
Yang lebih mengagetkan, Retno mengungkap bahwa pelaku kekerasan seksual itu 88 persen meruoakan guru dan 22 persen merupakan kepala sekolah.
Itu berdasarkan data KPAI tahun 2018-2019. Adapun guru berasal dari sejumlah mata pelajaran seperti olahraga, guru agama, guru kesenian, komputer, IPS, Bahasa Indonesia dan mata pelajaran lainnya.
"Teman-teman sekalian untuk kekerasan seksual terhadap anak pada 2018-2019 itu 88 persen pelakunya adalah guru dan 22 persen adalah kepala sekolah, ini didata kami. Bahwa hasil pengawasan kami menunjukkan ini," ungkapnya.
"Yang kedua adalah pelaku yang dari guru itu 40 persen adalah guru olahraga, sekali ini data kami dan secara kebetulan dari data ini pelaku 40 persen adalah guru olahraga dan 13,3 persen adalah guru agama, selebihnya adalah guru kesenian, guru komputer, guru IPS, guru bahasa Indonesia dan lain-lain," ungkapnya.
Adapun bentuk kekerasan seksualnya, Retno menjelaskan, mulai dari sodomi, perkosaan, pencabulan maupun pelecehan seksual atau juga melakukan oral sex. Jenis kelamin korban dari 17 kasus misalnya di tahun 2019 itu korban itu mencapai 123 anak, 71 adalah anak perempuan dengan 52 anak laki-laki, adapun jumlah pelaku total 21 orang.
Yang pada tahun 2019 ini, 20 adalah laki-laki dan satu perempuan dan satu perempuan ini adalah kasus Bali di mana pelaku yang guru SMA atau setara mengajak muridnya melakukan threesome bersama pacarnya. Ini belum termasuk 2021, karena KPAI menutup data per 31 Desember.
Editor : Arbi Anugrah