"Lebih bersih otomatis itu, yang jelas kami sudah tidak bingung dengan tempat pembuangan sampah, tapi itu malah kita terbantu dengan adanya ini malah bisa dikelola dengan baik dan ada rencana lagi nanti untuk yang organiknya itu nanti ada dua organik ada yang organik padat dan ada yang organik cair," jelasnya.
Meski demikian, saat ini untuk mengolah sampah menjadi pupuk organik, pihaknya masih kekurangan mesin pengayak kompos. Sehingga, ketika pupuk organik diterapkan di lahan budidaya sayur, masih terdapat campuran sampah plastik.
Wujudkan Sektor Pariwisata Hijau di Dataran Tinggi Dieng, BI Dorong Sampah Jadi Berkah. Foto: Arbi Anugrah
"Seperti yang masih kekurangan di mesin pengayak kompos, jadi belum bisa langsung di terima masyarakat untuk pemupukan karena masih ada campuran-campuran plastik yang kecil-kecil," ujarnya.
Dia menjelaskan jika Dataran Tinggi Dieng adalah salah satu Desa penghasil sampah terbanyak, setidaknya dalam seminggu sekali pihaknya bisa mengambil dua kali dan itu tidak kurang dari empat truk. Jika dihitung sekali pengambilan 12 ton, maka dalam satu minggu pengambilan sampah sebanyak dua kali pengambilan sudah mencapai 24 ton.
"Coba bayangkan kalau dalam 1 bulan terus sampai tidak diolah hanya mengandalkan tempat saja serta kita tidak punya tempat. Memang sangat luar biasa ini," ungkapnya.
Apalagi ketika ada event-event seperti Dieng Culture Festival dan potong rambut anak gimbal yang kunjungan wisatawan pada saat itu sangat banyak, setidaknya dalam sehari saja, pihaknya bisa mengangkut hingga dua dump truk.
"Dalam 3 hari sudah berapa, kita ngitung normalnya untuk yang hariannya itu seperti itu memang beda dengan sampah perkotaan. Tapi diantara banyaknya wisatawan, selain membawa rejeki ke masyarakat juga membawa rejeki ke sampah," ujarnya.
Ia mengungkapkan jika sampah dari TPST ini sudah bisa menghasilkan. Hasil dari pengolahan sampah ini didapatkan dari hasil dari iuran masyarakat dan hasil dari penjualan sampah.
Senada dengan Slamet, Ketua TPST Dewanata, Kabul Suwoto mengatakan jika sampah-sampah yang masuk ke TPST kemudian dipilah dan hasilnya di jual. Meski harga sampah disebut Kabul sangat fluktuatif, setidaknya paling rendah harga plastik Rp250 perkilogram dan sampah kresek pernah dijual seharga Rp1000 perkilogram.
Editor : Arbi Anugrah