JAKARTA, iNews.id - Pasti banyak umat muslim yang ingin tahu apa hukum menerima cokelat valentine dalam Islam? Cokelat, bunga dan beragam hadiah berwarna merah atau pink, sangat identik dengan perayaan tersebut.
Bagaimana umat islam menyikapinya? KH Yahya Zainul Ma'arif atau biasa dikenal Buya Yahya menjelaskan tentang hal itu dalam kanal youtube Al-Bahjah TV, Rabu (2/2/2022).
Berikut penjelasan Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al Bahjah Cirebon tersebut, ketika menjawab pertanyaan salah satu santrinya tentang 'Hukum Menerima Cokelat Valentine" ini:
Menurut Buya Yahya, bahwa para muda-mudi muslim tidak perlu ikut merayakan Hari Valentine. Sebab, kasih sayang sesungguhnya sudah mereka dapatkan dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam. "Anda tidak perlu ikut-ikutan wahai anak-anakku semuanya. Kasih sayang yang diajarkan baginda Nabi, kasih sayang kita adalah sambung dengan Nabi. Karena Nabi adalah Rahmatan Lil Alamin, kasih sayang sedunia," ungkap Buya Yahya dengan lembut.
"Anda punya memiliki Nabi Muhammad dan punya pendidikan dari Nabi, itu kasih sayang yang sesungguhnya. Ngajarin berkasih sayang di dalam perang. Mengajari kasih sayang dengan binatang sekalipun," imbuhnya.
Lebih lanjut Buya Yahya juga mengatakan bahwa Hari Valentine budaya masyarakat di luar Islam. Ia bahkan menyebut bahwa kisah Hari Valentine tidak berangkat dari umat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, dan justru mengagungkan seseorang yang menganut agama lain.
"Anda kan bisa membaca sayangku. Apakah itu kisah seorang yang salih kepada Nabi Muhammad atau tidak. Kisah Valentine Day adalah kisah yang mengagungkan seorang santo di dalam agama yang bukan dari agama kita, mengagungkan syiar yang bukan syiar agama kita," paparnya.
"Itu adalah kebatilan yang Anda tidak boleh ikut-ikutan, tidak boleh terbawa. Semeriah apa pun acara itu diadakan, Anda tidak boleh ikut. Yang sudah telanjur janjian, batalin," tegasnya.
Terkait pemberian bingkisan atau hadiah di Hari Valentine, Buya Yahya menyebut bahwa barang atau makanan yang dihadiahkan tidak bersifat haram. Namun, dikhawatirkan pemakannya yang merupakan orang Islam akan menikmati dan ikut terbawa dengan syiar agama lain.
"Adapun sesuatu yang dihadiahkan di acara semacam itu, barangnya bukan barang yang haram. Bisa saja dimakan. Tapi yang dikhawatirkan karena Anda menikmati, maka Anda akan terbawa. Anda diberi oleh orang Nasrani yang merayakan Natalan sekalipun, misalnya permen, kue, halal kita makan, bukan sesuatu yang haram," paparnya.
"Tapi kalau pemberiannya itu dalam irama membesarkan, itu dosa niatnya tadi. Tidak haram dimakan jika hatimu kuat, tidak ikut-ikutan esok hari. Cokelat adalah halal, diberikan dengan sukarela itu halal, cuma haramnya adalah jika ada nilai pengagungan terhadap syiar itu jadi haram," tandasnya.
Keharaman Valentine Day
Seperti dilansir islamqa, sejumlah ulama telah berfatwa tentang haramnya merayakan hari Valentine, di antaranya;
1. Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah
Beliau pernah ditanya sebagai berikut; "Belakangan ini ramai dilaksanakan perayaan hari Valentine, khususnya di kalangan mahasiswi. Dia merupakan perayaan orang-orang Nashrani. Pakaian seluruhnya berwarna pink; Baju dan sepatu. Lalu mereka saling bertukar bunga warna merah. Kami mohon anda menjelaskan hukum merayakan perayaan seperti ini dan apa nasehat anda kepada kaum muslimin terhadap perkara-perkara seperti ini.
Beliau menjawab, "Merayakan hari Valentine tidak boleh karena beberapa sebab; Dia adalah perayaan bid'ah yang tidak ada landasannya dalam syariat. Kedua, dia mengajak perbuatan cinta dan asmara. Ketiga, dia mengajak orang untuk menyibukkan diri dengan perbuatan rendah yang bertentangan dengan petunjuk kaum salaf radhiyallahu anhum (yang mengajak perbuatan bermanfaat).
Maka tidak halal bagi mereka pada hari seperti ini menghidupkan seremonial Id seperti makanan, minuman, saling memberi hadiah dan selainnya. Hendaknya setiap muslim memiliki kebanggaan terhadap agamanya dan jangan bersifat plin plan mengikuti arus. Aku mohon kepada Allah Ta'ala semoga kaum muslimin dilindungi dari segala fitnah, yang tampak maupun tersembunya. Dan agar kita selalu berada di bawah perlindungan dan taufiqnya." (Majmu Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Utsaimin, 16/199)
2. Lajnah Daimah
Ada pertanyaan: "Sebagian masyarakat pada tanggal 14 Februari, setiap tahun masehi merayakan hari Valentine (Valentine Day). Mereka saling memberi hadiah bunga, memakai pakaian merah dan mengucapkan selamat satu sama lain. Di sebagian kios juga dijual gula-gula berwarna merah dan digambar hati, bahkan ada sebagian kios membuat iklan barangnya dengan mengkhususkan hari ini. Apa pendapat anda?
Jawaban lembaga Lajnah Daimah: dalil yang tegas dalam Al-Quran dan Sunah menunjukkan, dan inilah yang menjadi ijmak salafushaleh, bahwa hari Id dalam Islam hanya ada dua saja; yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Selain keduanya, baik yang terkait dengan individu, kelompok, suatu peristiwa atau atas nama apapun jua, maka dia merupakan Id yang bid'ah, tidak boleh bagi orang Islam untuk melakukannya, menyetujuinya, menampakkan kegembiraan dengannya serta menolongnya sedikitpun.
Karena hal itu merupakan sikap melampaui batas Allah dan siapa yang melampaui batas batasan-batasan Allah, maka dia telah menzalimi dirinya sendiri. Jika hari raya yang di ada-adakan itu ternyata juga merupakan hari raya orang kafir, maka itu adalah dosa di atas dosa, karena di dalamnya terdapat sikap menyerupai mereka dan termasuk bentuk wala (patuh) kepada mereka sedangkan Allah telah melarang kaum muslimin menyerupai mereka dan taat kepada mereka dalam kitabnya yang mulia.
Terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
"Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian mereka." Hari Valentin termasuk yang telah disebutkan di atas, karena dia asalnya merupakan hari raya penyembah berhala di kalangan Nashrani. Maka tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir merayakannya, atau menyetujuinya, atau mengucapkan selamat. Tapi yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya sebagai bentuk mentaati seruan Allah dan RasulNya serta menjauh dari sebab-sebab murka Allah dan azabNya.
Sebagaimana diharamkan bagi seorang muslim untuk memberikan bantuan pelasanaan hari raya mereka atau perayaan-perayaan lainnya yang diharamkan dalam bentuk apapun, apakah dengan makanan, minuman, menjual,membeli, membuatkan sesuatu, surat menyurat, iklan atau selainnya. Karena semua itu merupakan bentuk saling tolong menolong dari dosa dan permusuhan dan bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.
Allah Ta'ala berfirman,
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Wajib bagi setiap muslim berpegang teguh dengan Al-Qur'an dan Sunah dalam semua kondisi, khususnya saat banyak terjadi fitnah dan kerusakan. Hendaknya dia cerdas dan waspada agar tidak terjerumus dalam kesesatan yang dimurkai serta kesesatan dan kefasikan, yaitu mereka yang tidak berharap kemuliaan dari Allah dan tidak memiliki harga diri dalam Islam. Setiap muslim hendaknya kembali kepada Allah Ta'ala dengan selalu memohon hidayah, keteguhan, karena sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi hidayah kecuali Allah dan tidak ada yang meneguhkan kecuali Dia."
3. Syekh Ibnu Jibrin hafizahullah
Beliau ditanya, "Kini di kalangan muda mudi kami banyak yang merayakan hari Valentin. Valentin adalah nama seorang pastor yang diagungkan oleh orang Nashrani. Mereka merayakannya setiap tanggal 14 Februari, saling tukar menukar hadiah dan bunga merah. Mereka mengenakan pakaian merah. Apa hukum merayakannya dan saling memberi hadiah pada hari itu serta meramaikan hari tersebut?
Beliau menjawab; Pertama: Tidak boleh merayakan perayaan-perayaan bid'ah seperti itu, karena dia merupakan bid'ah yang diada-adakan dan tidak ada landasannya dalam syariat. Maka dia termasuk dalam hadis Aisyah radhiallahu anha, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
"Siapa yang mengada-adakan sesuatu yang baru dalam ajaran (agama) kami, maka dia tertolak."
Maksudnya adalah tertolak dari orang yang mengadakannya.
Kedua: Di dalamnya terdapat tindakan menyerupai orang-orang kafir dan taklid serta mengagungkan mereka menghormati hari-hari raya mereka dan momen-momen khusus mereka serta menyerupai mereka dalam hal yang menjadi kekhususan dalam agama mereka.
Disebutkan dalam hadis,
من تشبه بقوم فهو منهم
"Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." Ketiga:Lebih dari itu, perayaan tersebut mengandung berbagai kemungkaran, kerusakan, seperti pesta pora, nyanyian dan music, kesombongan, campur baur laki-laki wanita dengan dandanan seronok di depan non mahram dan perkara-perkara haram lainnya. Atau perayaan seperti ini juga dapat menjadi sarana terjadinya zina dan mukadimahnya.
Hal tersebut tidak dibenarkan hanya dengan alasan mencari hiburan dan selingan serta pengakuan mereka bahwa mereka dapat menjaga diri. Karena perbuatan tersebut tidak benar. Maka siapa yang sayang terhadap dirinya, hendaknya dia menjauhi perbuatan dosa dan sarana-sarananya.
Beliau berkata, "Berdasarkan hal tersebut, maka tidak boleh menjual berbagai hadiah dan bunga, jika dia mengetahui bahwa pembelinya merayakan dengan itu semua hari-hari raya mereka atau menjadikannya sebagai hadiah atau memuliakan hari tersebut dengannya. Agar sang penjual tidak termasuk orang yang berpartisipasi dalam perbuatan bid'ah tersebut.
Wallahu A'lam.
Editor : Arbi Anugrah