Oleh karena itu, Didik berpendapat bahwa menggabungkan Anies dan Ahok dalam politik Jakarta merupakan eksperimen yang baik dan berani untuk membersihkan citra politik dari polarisasi radikal agama atau sekuler. Radikal sekuler di sini serupa dengan radikal kiri yang anti-agama.
Didik juga berpendapat bahwa peluang Anies dan Ahok untuk bersatu sangat mungkin, karena beberapa alasan. Pertama, Anies adalah orang yang religius tapi tidak radikal seperti yang dipercayai saat Pilgub DKI sebelumnya. Kedua, Ahok memang dikenal temperamental, yang kadang dianggap tabu dalam politik, namun sebenarnya dia adalah seorang nasionalis menurut rekam jejak karier politiknya.
Ketiga, tidak ada lagi dorongan bagi mereka berdua menuju arah radikal karena Anies telah tampil dalam pilpres dengan citra nasionalis religius biasa. Keempat, Ahok juga akan dapat diterima oleh publik.
Lebih lanjut, Didik menyatakan bahwa Anies dan Ahok tentunya akan berpikir positif jika memahami ide seperti ini dari berbagai pihak yang ingin menjadikan mereka simbol persatuan.
“Anies memiliki peluang besar untuk menang di Jakarta, hampir bisa dikatakan 100 persen. Anies memiliki prestasi di Jakarta, meski juga banyak kritik. Keindahan Jakarta dan banyak hal yang telah diselesaikan juga menjadi bagian dari prestasinya. Anies juga semakin populer saat menjadi capres,” tutur Didik.
“Jika Anies tidak terlibat dalam politik dalam lima tahun ke depan, namanya akan hilang dari peredaran. Anies bukan pemimpin partai politik seperti Prabowo Subianto atau JK pada masanya. Oleh karena itu, terjun kembali ke politik Jakarta adalah peluang yang baik tidak hanya bagi karirnya tetapi juga bagi bangsa untuk 2029 nanti,” pungkasnya.
Editor : EldeJoyosemito