“Mahasiswa yang keberatan dengan penempatan kelompok UKT-nya, misalnya karena perubahan kemampuan ekonomi atau hasil penetapan tidak sesuai dengan fakta kondisi ekonominya, bisa mengajukan peninjauan ulang sesuai prosedur,” ungkapnya.
Ia pun membeberkan pasal 17 Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) di Perguruan Tinggi Negeri yang mengatur jika mahasiswa, orang tua mahasiswa atau pihak lain yang tengah membiayai mahasiswa bisa mengajukan kepada PTN maupun PTNBH untuk melakukan peninjauan kembali UKT, apabila terdapat ketidaksesuaian data dengan fakta terkait ekonomi mahasiswa.
“PTN dan PTNBH harus memfasilitasi permohonan tersebut secara adil dan transparan, sesuai Permendikbudristek tentang SSBOPT,” jelasnya.
Prof. Haris menambahkan, jika masih terdapat keluhan usai proses peninjauan ulang tersebut, maka mahasiswa baru dapat menyampaikan laporan melalui situs kemdikbud.lapor.go.id. Nantinya, Ditjen Diktiristek akan menindaklanjuti laporan yang masuk tersebut, sesuai atau tidak dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024.
Hingga saat ini, koordinasi dengan pemimpin PTN dan PTNBH terus dilakukan oleh Ditjen Diktiristek, terutama agar pemimpin PTN dan PTNBH dapat memegang teguh asas berkeadilan dan inklusivitas. Selain itu memastikan jika mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dapat terakomodasi pada kelompok UKT 1 senilai Rp500.000 per semester dan kelompok UKT 2 senilai Rp1.000.000 per semester.
UKT 1 itu sama dengan Rp84.000 per bulan dan UKT 2 sama dengan Rp167.000 per bulan. Pengaturan ini untuk memastikan agar PTN dan PTNBH tetap inklusif dan mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi bisa tetap memiliki kesempatan mengenyam pendidikan tinggi.
Editor : Arbi Anugrah