Apalagi, lanjut Adhi Iman, selama pandemi ini usaha batik sempat mengalami penurunan daya beli. "Untuk itu, kepedulian dan kebijakan dari Pemkab Banjarnegara sangat diperlukan," ujar Adhi Iman.
Adhi Iman mengemukakan, saat ini sebagian perajin batik, termasuk di batik Wardah di Desa Panerusan Wetan, rata-rata usianya sudah lanjut, sekitar 50 -60 tahun. Bahkan ada beberapa perajin yang berusia di atas 65 tahun. Sementara generasi muda kurang tertarik melanjutkan usaha kerajinan batik, karena upah membatik yang terbilang rendah, berkisar Rp 25 ribu - Rp 50 ribu/per hari.
Tim riset yang melakukan pelatihan
Namun Adhi Iman optimis, dengan sentuhan teknologi dan pemasaran secara digital, usaha batik Banjarnegara prospektif, dan diminati generasi muda."Para pelajar yang sudah kami bekali ini, diharapkan bisa menularkan keterampilannya kepada pelajar lainnya. Mereka juga bisa membantu memasarkan produk batik tulis dari UMKM melalui media sosial. Diharapkan, kelak ketika mereka setelah lulus sekolah, tidak hanya bekerja di pabrik di kota-kota besar, namun menjadi wirausaha yang tekun dan ulet, diantaranya bidang perbatikkan, " harap Adhi Iman.
Tertarik
Salah seorang peserta pelatihan, Cindi Muslikhah (17) mengatakan, sangat berterima kasih kepada tim riset dari Unsoed yang telah membekali keterampilan membatik dengan sentuhan teknologi dan pemasaran secara digital. "Pelatihan ini semakin membuka minat saya untuk menekuni usaha batik. Saya lebih tertarik ke bidang marketing digital," ujar Cindi Muslikha, siswi Kelas XII jurusan KKBT SMKN 1 Susukan.
Demikian halnya, Fitri Nurhalimah (17). Dia ingin memperdalam desain model batik secara digital, dan marketing digital. "Saya tertarik memperdalam desain model batik dan marketing digital batik. Pelatihan ini telah menginspirasi saya. Siapa tahu nanti bisa menekenuni wirausaha batik," ujar Fitri yang dibenarkan temannya, Rahma Pasha Sari, keduanya dari jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) SMK HKTI 2 Purwareja Klampok.
Editor : EldeJoyosemito