Banyumas Ngibing 24 Jam: Semalam Suntuk Merayakan Syukur Melalui Gerak Tarian Tradisional

PURWOKERTO, iNewsPurwokerto.id-Lewat gerakan berpola yang memadukan pikiran serta jiwa untuk mensyukuri rahmat Sang Pencipta, penari dari berbagai daerah menampilkan dirinya di beberapa panggung pada event Banyumas Ngibing 24 Jam Menari.
Kaki-kaki dan tangan mereka menari seirama semesta, mengikuti dentuman jiwa bersama kesunyian maupun musik gamelan. Menari semalam suntuk menjadikan Kabupaten Banyumas tak hanya sekadar menampilkan pertunjukan, melainkan menjadi ritual budaya dan spiritual.
Acara yang dimulai pada Jumat (2/5/2025) pukul 06.00 WIB di panggung utama Alun-Alun Banyumas ini menyebar di beberapa panggung yang berbeda dengan timeline yang hampir sama. Panggung-panggung tersebut berada di Pendopo, Taman Sari, Mruyung, Klenteng Hok Tek Bio, dan pelataran Kumala. Meski berbeda panggung, penari dari berbagai daerah terus menari silih berganti, membentuk harmoni gerak tarian yang menjadi tanda kecintaan mereka pada budaya.
Satu Tubuh, Satu Gerak, Satu Niat
Rianto, sang maestro lengger yang namanya telah melanglang buana di panggung seni internasional, menjadi sosok di balik acara Banyumas Ngibing 24 Jam Menari ini. Melalui program acara ini, Rianto ingin menggerakkan masyarakat Banyumas untuk menumbuhkan rasa cinta akan budaya lokal.
“Inilah bentuk dari kekhawatiran saya, untuk bagaimana (kita) bisa melestarikan dan juga menjalankan marwah dari seorang pelaku seni,” kata Rianto saat ditemui di sela acara. “Nah, ini adalah bagaimana Banyumas Ngibing ini untuk kita bisa ngibing bareng-bareng. Merasakan bareng-bareng semesta yang kita miliki saat ini, dan (sebagai) ucapan syukur kepada Sang Pencipta dan jagat semesta,” imbuhnya.
Tak sendirian, Rianto mengadakan acara ini dengan melibatkan komunitas dari berbagai lapisan, baik seniman lokal, warga Desa Sudagaran, pegiat budaya, hingga relawan (volunteer). “Inisiatif saya, kemudian teman-teman ini kan sebagai tubuh saya juga. Jadi tanpa mereka pun kita tidak bisa melakukan proyek ini. Karena Banyumas Ngibing ini juga hasil dari ide semuanya,” ungkapnya.
Total terdapat 96 kelompok kesenian dan sanggar tari yang turut serta meramaikan acara ngibing ini. Mereka datang dari berbagai penjuru, mulai dari Jakarta, Indramayu, Cirebon, Jember, Trenggalek, Yogyakarta, Solo, Bekasi, kawasan Barlingmascakeb, dan lain sebagainya. Bahkan, Komunitas Belantara Budaya Indonesia mengirimkan 25 muridnya pada acara ini.
Sepanjang acara, tidak hanya tarian-tarian tradisional yang ditampilkan. Lukisan-lukisan, musik tradisional, teatrikal budaya, serta pertunjukan-pertunjukan lainnya ikut hadir dan mengisi acara, memperlihatkan keragaman budaya lokal yang ada. Melalui acara ini, penonton tidak hanya disuguhkan hiburan, tetapi juga menjadi media perenungan.
Tak Sekadar Hiburan, Ekonomi dan Jiwa Ikut Tersentuh
Banyumas Ngibing ini tidak hanya berdampak secara budaya saja, tetapi juga ekonomi. “Alhamdulillah perekonomian di wilayah Banyumas Kota Lama, hotel semuanya penuh, mereka bisa merasakan dampaknya begitu. Dari dampak perekonomian mereka bisa merasakan,” ungkap sang maestro lengger.
Namun bagi Rianto, dampak spiritual menjadi tujuan paling utama dari acara ini. “Bagi saya dampak spiritual untuk mencintai budaya ini yang saya lebih tekankan dan lebih pentingkan,” jelasnya.
“Zaman sekarang ada event kayak gitu benar-benar bisa buat belajar banget, belajar tentang budaya apalagi anak muda kan, supaya budaya yang sudah ada dari dulu bisa tetap lestari dan eksis di kalangan anak muda,” ungkap Ayu, salah satu penonton acara ini.
Generasi Muda dan Harapan yang Tak Akan Padam
Sekitar kurang lebih 90 relawan (volunteer) ikut tergabung dalam menyukseskan acara ini, termasuk Heri Setiyono, salah satu Liaison Officer (LO). Ia mengatakan bahwa acara ini sangatlah penting untuk melestarikan nilai-nilai tradisi di tengah arus budaya modern.
“Harapannya ke depan semoga diteruskan ke generasi muda, agar generasi muda memahami budaya kita sendiri kayak gitu, agar tidak terpengaruh budaya asing,” ungkap Heri. Ia pun mengaku bangga dapat menjadi bagian dari acara ini.
Melihat antusiasme masyarakat dan komunitas, Rianto berharap agar Banyumas Ngibing ini menjadi acara besar tahunan di Banyumas. Ia ingin menjadikan acara ini sebagai ruang terbuka bagi siapa saja yang ingin mengekspresikan dirinya lewat budaya.
“Supaya (acara ini) bisa digandrungi oleh masyarakat Banyumas, mereka bisa tampil bukan hanya sebagai pelaku seni tari saja, teater, ataupun musik. Tapi masyarakat yang mau untuk tampil, kita berikan wadah dan apresiasi untuk mereka,” jelas Rianto.
Selama 24 jam, Banyumas menari, bersyukur, dan berbicara dalam bahasa gerak. Meski tak tidur, Banyumas Ngibing bukan hanya menjadi sebuah pertunjukan belaka, melainkan menjadi seruan kesadaran bagi masyarakat bahwa seni adalah jantung dari identitas dan kehidupan bersama.
Editor : EldeJoyosemito