Pagelaran Lengger Bicara 2025 yang Tampilkan Tari Kolosal Mendapat Antusiasme Penonton

“Kami ingin terus menularkan semangat budaya lengger kepada anak-anak muda,” katanya.
Selain pertunjukan utama, acara ini juga menampilkan drama tari musikal yang mengangkat kisah Srinthil, tokoh dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Tak kalah menarik, segmen Mahakarya Nusantara turut menghadirkan 100 anak dari Banyumas yang membawakan berbagai tarian dari penjuru nusantara.
Dalam rangka menghargai kontribusi seniman daerah, panitia juga menggelar sesi Tribute to Maestro untuk memberi penghormatan kepada tiga tokoh penting: Ahmad Tohari sebagai sastrawan, Narsih sebagai ikon lengger legendaris, dan R. Soetedja sebagai maestro musik Banyumas.
Sementara Koordinator acara, Bagoes Satrio, mengungkapkan bahwa jumlah penari laki-laki masih sangat minim. Dari 500 penari utama, hanya 28 orang yang berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, untuk kelompok anak-anak usia di bawah 11 tahun, hanya empat anak laki-laki yang lolos proses kurasi.
“Di daerah seperti Solo dan Yogyakarta, mencari penari laki-laki relatif mudah. Tapi di Banyumas, ini masih menjadi tantangan besar. Padahal kehadiran penari laki-laki penting untuk menciptakan keseimbangan dalam pertunjukan.”
Bagoes berharap masyarakat dapat lebih terbuka bahwa dunia tari juga membutuhkan keterlibatan laki-laki. “Laki-laki juga punya peran besar dalam memperkaya karya tari,” ujarnya.
Sementara itu, Pembina Yayasan Lengger Bicara Banyumas, Andy F. Noya, menjelaskan bahwa pergelaran ini juga menjadi bagian dari peringatan Hari Lengger Sedunia yang jatuh setiap 22 Juni. Tanggal tersebut ditetapkan sejak gelaran Banyumas 10.000 Lengger Bicara tahun lalu yang mencetak rekor MURI ke-11.687 dengan melibatkan 10.245 penari.
“Kami ingin semua orang tahu, bahwa setiap 22 Juni, Banyumas akan terus berbicara lewat lengger dan pergelaran budaya,” tutup Andy.
Editor : EldeJoyosemito